Sabtu, 25 Februari 2017

Laporan Akhir Praktikum Ilmu Ternak Potong


I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ternak potong adalah komoditas ternak yang hasil produksinya berupa daging. Ternak potong terbagi menjadi ternak potong besar dan ternak potong kecil. Ternak potong besar diantaranya adalah sapi dan kerbau, sedangkan ternak potong kecil diantaranya adalah domba dan kambing. Bangsa ternak sapi sendiri terbagi menjadi tiga yaitu Bos Taurus, Bos Indicus dan Bos Sondaicus.
Pertumbuhan ternak potong meliputi pertumbuhan prenatal dan postnatal. Pertumbuhan prenatal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induk dan pertumbuhan postnatal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung mulai ternak dilahirkan sampai mati. Pertumbuhan pada ternak yang berbeda umurnya akan berbeda pula pada bagian tumbuhnya.
Pemotongan sapi dilakakukan di Rumah Potong Hewan  karena untuk menstandarisasi daging yang akan dikonsumsi. Proses pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan dilakukan oleh petugas yang terampil, menggunakan peralatan semi modern, sehingga mampu memotong puluhan ternak. Walaupun begitu, petugas tetap memegang kendali penuh atas proses pemotonganya. Urutan pemotongan dimulai dari fiksasi, penyembelihan, pengeluaran darah, pemisahan kepala dan kaki bagian bawah, pengullitan, pengeluaran jeroan, pembelahan karkas, penggantungan karkas. Praktikum pada Rumah Potong Hewan yang dikunjungi, bisa diketahui bagaimana standar pelaksanaan pemotongan yang baik, untuk kemanan pangan from stable to table.
1.2  Tujuan
a.     Praktikum pengenalan bangsa ternak potong untuk memperkenalkan kepada mahasiswa tentang aneka bangsa ternak potong yang banayak dijumpai di Indonesia.
b.     Praktikum konsep pertumbuhan ternak untuk memahami fenomena pertumbuhan pada ternak potong khususnya pada periode natal.
c.      Praktikum proses pemotongan di RPH bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami tahapan-tahapan proses pemotongan secara baik dan benar., dan mahasiswa dapat menjelaskan produk hasil pemotongan berupa karkas dan non karkas, serta menghitung secara ekonomi dari usaha pemotongan ternak tersebut.
1.2 Waktu Dan Tempat
1.     Pengenalan Bangsa-Bangsa
       Praktikum Pengenalan Bangsa-Bangsa dilaksanakan pada  tanggal 2016, bertampat di experimental farm, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto dan Pasar Hewan Sokaraja, Sokaraja, Banyumas.
2.     Konsep Pertumbuhan
       Praktikum Konsep Pertumbuhan dilaksanakan pada  tanggal 2016, bertampat di experimental farm, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto dan Pasar Hewan Sokaraja, Sokaraja, Banyumas.
3.     Proses Pemotongan
       Praktikum Proses Pemotongan dilaksanakan pada  tanggal 2016, bertampat di Rumah Potong Hewan (RPH) Bantar Wuni, Bantar Wuni,


II.            MATERI DAN CARA KERJA
2.1  Materi
2.1.1     Pengenalan Bangsa-Bangsa
Materi yang digunakan pada saat praktikum pengenalan bangsa-bangsa meliputi alat yang digunakan adalah baju kandang / werpak, sepatu kandang / boots, metline, alat tulis, buku praktikum, kamera digital. Bahan yang digunakan adalah kambing potong, domba potong, sapi potong, dan kerbau.
2.1.2     Konsep Pertumbuhan
Materi yang digunakan pada saat praktikum konsep pertumbuhan meliputi alat yang digunakan adalah baju kandang / werpak, sepatu kandang / boots, metline, alat tulis, buku praktikum, kamera digital. Bahan yang digunakan adalah kambing potong, domba potong, sapi potong, dan kerbau.
2.1.3     Proses Pemotongan
Materi yang digunakan pada saat praktikum proses pemotongan hewan meliputi alat yang digunakan adalah baju kandang / werpak, sepatu kandang / boots, metline, alat tulis, buku praktikum, kamera digital. Bahan yang digunakan adalah ternak sapi potong yang akan di potong.
2.2  Cara Kerja
2.2.1     Pengenalan Bangsa-Bangsa
Mewawancarai pemilik ternak

Mengamati ternak yang digunakan untuk kegiatan praktikum.

Mencatat identitas ternak yang bersangkutan.

Mengabadikan tersebut dengan kamera.

2.2.2     Konsep Pertumbuhan
Mewawancarai pemilik ternak

Mengamati ternak yang digunakan untuk kegiatan praktikum.

Mencatat identitas ternak yang bersangkutan.

Menguk/ur statistik vital ternak meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.

Mengabadikan tersebut dengan kamera.

2.2.3     Proses Pemotongan
Mengamati ternak yang digunakan untuk kegiatan praktikum.

Mencatat identitas ternak yang bersangkutan.

Mengukur statistik vital ternak meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.

Menilai karakteristik atau performan ternak secara fisik untuk mengetahui
kondisi tubuh ternak apakah termasuk gemuk, sedang atau kurus.

Mengabadikan tersebut dengan kamera.

Melihat proses pemotongan ternak.

Mewawancarai pemilik RPH.


III.           TINJAUAN PUSTAKA
      Penentuan harga pada saat jual beli ternak siap potong, umumnya didasarkan pada taksiran pada saat ternak masih hidup, meskipun di beberapa tempat terutama ternak besar, penentuan harga ditentukan oleh berat karkas yang dihasilkan oleh ternak yang bersangkutan. Bila harga ternak hidup ditentukan berdasarkan penaksiran, maka pembeli harus sudah bisa memperkirakan berapa banyak karkas yang akan didapat, berapa nilai dari hasil ikutan seperti kulit, jeroan dan sisa karkas lainnya (Asdar, 2014).
Ternak sapi tua yang gemuk akan menghasilkan daging yang berlemak oleh karena itu rasanya akan lebih gurih dan banyak disukai konsumen. Daging yang berlemak kandungan airnya lebih sedikit sehingga pada saat dimasak penyusutannya tidak terlalu besar. Penggemukan dengan pemberian pakan yang baik, lemak akan dibentuk berturut-turut diluar bundel otot yaitu dibawah kulit dibagian luar karkas (lemak subkutan), dalam rongga perut, sekitar bundel-bundel otot dan juga pada serat–serat otot. Sebagian besar lemak berada di luar bundel otot dan lemak ini akan dilepaskan pada saat prosessing (Soeparno, 1994).
Karkas yang kandungan dagingnya tinggi maka kandungan tulang dan atau kandungan lemaknya akan lebih rendah. Ada hubungan antara kandungan daging dengan tulang, namun hubungannya tidak begitu kuat. Artinya bila proporsi daging tinggi maka proporsi tulangnya akan lebih tinggi dan proporsi lemaknya akan relative lebih kecil (Wulandari, 2010).
 
IV.          HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
4.1.1     Pengenalan Bangsa-Bangsa
Identitas Lokasi Praktikum
Tempat Praktikum    : Pasar Hewan, Sokaraja
Alamat Praktikum           : Sokaraja, Banyumas
Status Tempat               : Milik Pemerintah

Identitas Ternak yang Diamati

No

Nama Pemilik

Bangsa Ternak

Sex

Kondisi (G,S,K)

Ukuran Statistik Vital

Umur Ternak
LD (cm)
PB (cm)
TB (cm)
BB (cm)
1
Pak Damun
Kerbau Rawa
B
S
158
103
120
276,9
2 tahun
2
Pak Damun
Kerbau Rawa
B
S
184
121
124
385,9
4 tahun
3
Pak Sugeng
KerbauRawa
B
G
208
114
133
486,5
6 tahun
4
Pak Damun
KerbauRawa
J
G
194
122
131
427,8
7 tahun
5
 Pak Jarwoto
KerbauRawa
B
G
160
104
115
268,9
1 tahun
6
  Pak Jarwoto
P.Simental
B
S
176
111
132
324
2 tahun
7
  Pak Jarwoto
P.Simental
B
S
178
130
140
331,2
4 tahun
8
 Pak Hadisun
P.Simental
J
S
116
100
100
144
    4 bulan
9
 Pak Muti
P.Simental
J
S
144
116
117
219
8 bulan
10
 Pak Bihun
P.Simental
J
G
185
136
136
357,2
1,5 tahun

Penilaian Kondisi Luar Ternak


No


KesanUmum (x2)


Perlemakan (x1)

Perdagingan


Total Skor


Kondisi (G,S,K)

Tengkuk, dada &bahu (x1)
Punggung&pinggang (x3)

Paha (x3)
1
6
4
4
9
9
32
S
2
8
4
4
9
9
34
S
3
8
4
4
12
9
37
G
4
9
4
4
12
12
41
G
5
8
4
3
7,5
10,5
37,5
G
6
6
3
2
9
9
27,5
S
7
9
3
2,5
9
7,5
31
S
8
4
2
3
9
9
34
S
9
4
3
3
9
9
28
S
10
6
4
4
12
12
38
G

5     Tabel Data Statistika Vital Ternak
NO
Periode Umur Ternak
Sapi / Kerbau
LD (cm)
PB (cm)
TB (cm)
BB (cm)
S
K
S
K
S
K
S
K
1.
Anak Jantan
116
103
100
68
100
85
144
46,07
2.
Muda Jantan
144
127
116
87
117
101
219
46,63
3.
Dewasa Jantan
185
194
152
122
136
131
357,2
427,8
4.
Anak Betina
160
158
104
103
115
120
268,9
276,9
5.
Muda Betina
176
184
111
121
132
124
324
386,9
6.
Dewasa Betina
178
208
130
114
140
133
331,2
486,5


No
Warna
kulit
Bentuk muka
Ge lambir
punuk
Bentuk tanduk
Bentuk kuku
Bentuk
telinga
Bentuk ekor
Postur tubuh
1
Coklat kehitaman
Datar
_
_





2
Coklat kehitaman
Datar
_
_





3
Coklat kehitaman
Datar
_
_





4
Coklat kehitaman
datar
_
_





5
Coklat keme
Rahan
Cem bung normal
_
_





6
Coklat keme rahan
Cem bung normal
_
_





7
Coklat keme rahan
Bulat tumpul
_
_





8
Coklat keme rahan
Bulat tumpul
_
_





9
Coklat keme rahan
Cem bung tumpul
_
_





10
Coklat keme rahan
Bulat tumpul
_
_






5.1.1    Konsep Pertumbuhan
Gambar 01. Kurva pertumbuhan kambing
Gambar 02. Konsep pertumbuhan domba

Gambar 03. Konsep pertumbuhan sapi peranakan simental

Gambar 04. Konsep pertumbuhan kerbau
5.1.2     Proses Pemotongan
Identitas lokasi praktikum
Tempat praktikum            : RPH Bantarwuni
Alamat lengkap               : Ds. Tambaksari, Kecamatan Kembaran, Banyumas.
Status tempat/tipe                       : Pemda/Otomatis
Kepala RPH                     : Dwiyono Putro
Jumlah karyawan                       : 6 orang

Table 0. Identifikasi ternak yang diamati
No
Nama pemilik
Bangsa ternak
Sex
Kondisi
Ukuran statistik vital
LD
PB
TB
BB
1

Sapi Bali
J
G
192
144
136
388,09
2

Sapi Madura
J
S
162
138
135
245,16

Tabel. Penilaian kondisi tubuh ternak
No
Kesan umum
Perlemakan
Perdagingan
Total skor
Kondisi
Tengkuk, dada, dan bahu
Punggung dan pinggang
Paha
1
8
4
4
12
12
40
G
2
6
3
3
9
9
30
S

Perlakuan sebelum pemotongan
Sapi dipuasakan selama 7 jam, sapi datang pukul 18.00, mulai dipotong selanjutnya pukul 24.00 wib.
Tabel. Tahapan proses pemotongan
No
Tahap pemotongan
Penjelasan/pengamatan
Waktu (detik/menit)
1
Viksasi
Sapi datang pukul 18.00 kemudian dipuasakan dan diistirahatkan,
7 jam
2
Penyembelihan
Sapi dimasukkan alat penjepit kemudian dimiringkan dan penyembelihan dilakukan sekali pemotongan dengan memotong tiga saluran
34 detik
3
Pengeluaran darah
Setelah penyembelihan, darah dibiarkan keluar sampai habis dan dialiri air
4 menit 34 detik
4
Pemisahan kepala dan dengkil
Kepala langsung dipisahkan setelah disembelih lalu dengkil dipisahkan dengan menggunakan pisau bersamaan dengan pengulitan
Kepala : 1 menit 11 detik
Dengkil : 2 menit
5
Pengulitan
Pengulitan dimulai dari dada sampai daerah ekor
22 menit 37 detik
6
Eviscerasi
Pengeluaran organ dalam
1 menit 17 detik
7
Penanganan karkas
Dibelah menjadi dua bagian dengan kampak dan dibelah lagi menjadi dua bagian dan diberi cap
5 menit 53 detik
8
Penanganan non karkas
Organ pencernaan dicuci, dan non karkas lainnya dimasukkan ke dalam ember
13  menit 22 detik
Perlakuan setelah pemotongan
Pemeriksaan postmortem, pemeriksaan hati, paru-paru, jantung. Jika jelek maka tidak diberikan ke pelanggan. Setelah pemotongan langsung dibawa ke kios penjualan.
Tabel. Penimbangan organ-organ tubuh setelah pemotongan
No
Organ tubuh
Berat (kg)
Harga/kg (Rp)
Jumlah harga (Rp)
1
Karkas
138
90.000
12.420.000
2
Darah
8,67
-
-
3
Kepala
14,2
70.000
994.000
4
Dengkil
5,2
17.000
88.400
5
Kulit
10,4
14.000
145.600
6
Ekor
-
70.000

7
Jantung
-
70.000

8
Paru-paru
-
70.000

9
Hati
-
70.000

10
Limpa
-
70.000

11
Alat pencernaan (bersih)
15,58
65.000




Jumlah harga (Rp)
13.698.000


Tabel. Biaya-biaya pemotongan
No
Macam biaya pemotongan
Jumlah (Rp)
1
Transportasi Ternak
20.000
2
Retribusi RPH
33.000
3
Upah tenaga pemotong
300.000
4
Lain-lain
-

Total biaya
128.000

Perhitungan ekonomi
Persentase karkas murni =
Keuntungan yang diperoleh         :

5.2  Pembahasan
5.2.1     Pengenalan Bangsa-Bangsa
Sapi yang digunakan saat praktikum adalah sapi peranakan simental.Sapi peranakan simental merupakan bangsa sapi berbangsa Bos Taurus.Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sudarmono (2008) yang menyatakan bahwa sapi pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok bangsa sapi.Bangsa sapi Bos Indicus (Zebu atau sapi berpunuk), Bos Taurus dan Bos Sondaicus.Bangsa Bos Indicus biasanya ditemukan di daerah India dan daerah tropis seperti Asia Tenggara termasuk Indonesia. Bos Taurus adalah bangsa sapi yang menurunkan bangsa-bangsa sapi potong dan perah di Eropa
Sapi simental pada saat praktikum menunjukkan ciri-ciri warna bulunya cokelat, warna sedikit putih dibagian muka, mempunyai tanduk yang kecil, kaki dan ekor berwarna putih. Sapi simental lebih tenang dibandingkan dengan sapi pernakan Ongole saat praktikum.Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sugeng (1998) yang menytakan bahwa sapi simental berasal dari Switzerland. Sapi ini memiliki ciri-ciri yaitu ukuran tubh besar, pertumbuhan otot besar, penimbunan lemak dibawah kulit rendah, warna bulu pada umumnya krem agak kecokelatan atau sedikit merah, muka berwarna putih, ke empat kai dari lutut da ujung ekor berwarna putih, ukuran tanduk kecil, boot sapi betina mencapai 800 kg dan jantan 1150 kg. Susilorini (2008) juga mendukung bahwa sapi simental mempunyai sifat jinak, tenang dan mdah dikendalikan.
Pengukuran yang telah dilakukan antara lain mengukur panjang badan, lingkar dada, tinggi badan serta menetukan bobot badan menggunakan data tersebut. Sapi simental yang diukur saat praktikum adalah sapi jantan dan betina dengan umur yag berbeda-beda dari anak, muda dan dewasa. Pengukuran panjang badan menggunakan pita ukur, diukur dari point of shoulder sampai ke pin bone, lingkar dada diukur dari chest ke chest.Tinggi badan diukur dari puncak tertinggi sampai tanah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Saputra dkk (2013) yang menyatakan bahwa lingkar dada adalah bagian belakang siku tulang rusuk depan, diukur dari gumba sampai dengan gumba kembali menggunakan pita ukur. Panjang badan diukur dari bagian depan (sendi bahu) sampai benjolan tulang tepis (tulang belakang diukur menggunkan pita ukur). Tinggi badan diukur tegak lurus dari titik tertinggi pundak sampai ketanah.
Kerbau yang diamati adalah kerbau Rawa yang memiliki ciri-ciri bulunya berwarna abu-abu serta memiliki tanduk yang panjang. Hal tersebut sesuai dengan Sardi (2011) yang menyatakan bahwa kerbau Rawa memiliki tanduk padat, lebar dan panjang mengarah kebelakang. Bentuk tubuh kerbau Rawa hampir mirip dengan kerbau pedaging Zebu, kompak dan padat. Warna hitam dan abu-abu adalah warna yang dijumpai pada hewan ini. Hal tersebut didukung oleh Lendhanie (2015) yang menyatakan bahwa kerbau Rawa memiliki ciri spesifik berupa tanduk melingkar kebelakang, warna abu-abu cokelat, bentuk tubuh yang gempal, padat dan berisi yang membuktikan bahwa kerbau ini mampu mengubah pakan yang berkualitas rendah berupa rumput dan pakan lainnya menjadi daging. Hal tersebut diperkuat oleh Yendraliza (2012) yang menyatakan bahwa warna yang menutupi tubuh kerbau adalah abu-abu, warna kulit kebiruan sampai abi-abu hitam dan kadang albino.
Kerbau Rawa yang diamati adalah kerbau jantan dan betina dengan umur dari anak, muda dan dewasa. Bulu paa kerbau dewasa memiliki bulu yang lebih kasar dari pada kerbau anak dan muda. Hal tersebut sesuai dengan Sardi (2011) yang menyatakan bahwa kerbau Rawa memiliki bulu yang sangat jarang dan pada kerbau dewasa lebih kasar dengan warna kulit bervariasi dari hitam sampai merah muda dan dapat tidak berpigmen pada daerah tertentu.
Pengukuran yang dilakukan adalah panjang badan, tinggi badan, lingkar dada serta melakukan penilaian kondisi luar ternak. Hasil pengukuran tersebut digunakan untuk menentukan bobot badan. Pada dasar pengukuran linier tubuh dari panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada. Sama dengan pengukuran pada sapi. Dimana pengukuran linier selain untuk menentukan bobot badan juga dapat menentukan produktivitas ternak. Hal tersebut sesuai dengan Saputra, dkk (2013) yang menyatakan bahwa ukuran linier tubuh seekor ternak dapat menggambarkan besar kecilnya ukuran alat pencernaan yang dimiliki seekor ternak. Besar kecilnya alat pencernaan menggambarkan kapasitas tampung terhadap makanan yang dikonsumsi. Kemampuan produksi seekor ternak akan dicapai maksimal apabila kebutuhan nutrisi untukhidup pokok terpenuhi. Semakin besar selisih antara kebutuhan hidup pokok dengan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, maka produksi yang dihasilkan akan semakin mendekati potensi genetik.
Hasil penukuran dai kerbau Rawa jantan adalah lingkar dada 194 cm, panjang badan 122 cm, tinggi badan 131 cm dengan bobot badan 427,8 kg yang brumur 7 tahun. Hasil tersebut melebihi dari rata-rata ukuran kerbau jantan disekitar jaw tengah. Hal tersebut sesuai dengan Yendraliza (2012) yang menyatakan bahwa ukuran tubuh kerbau jantan berbeda-beda setiap daerah. Kerbau Rawa di daerah Jawa Tengah rata-rata memiliki tinggi pundak 123 cm, panjang badan 119 cm dan lingkar dada 180 cm.

5.2.2     Konsep Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah proses bertambahnya sel dalam suatu jaringan. Hal tersebut sesuai dengan Smith (1976) yang menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu proses penggandaan protoplasma dan pembesaran struktur seluler dalam jaringan tubuh. Pertumbuhan dinyatakan pada umumnya dengan pengukuran kenaikan berat badan yang mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan penambhana berat badan hidup tiap hari, tiap minggu atau waktu lainnya.
Proses pertumbuhan pada ternak dimulai sejak dalam tubuh induk hingga dilahirkan dan sampai dewasa. Hal tersebutsesuai dengan Karnaen (2007) yang menyatakan bahwa proses pertumbuhan yang dialami ternak sapi dimulai sejak awal sampai terjadi pembuahan hingga pedet lahir dan dianjutkan hingga mencapai dewasa. Dalam kondisi lingkungan yang dikontrol, kurva pertumbuhan sapi membentuk kurva sigmoid atau berbentuk S.
Kurva pertumbuhan berdasarkan data ang diperoleh saat praktikum antara ternak betina betina dan jantan berbeda. Hal tersebut sesuai dengan  Karnaen (2007) yang menyatakan bahwa kurva pertumbuhan pada ternak potong sapi yaitu sigmoid. Antara ternak jantan dan ternak betina berbeda. Adapun yang berpengaruh terhadap pertumbuhan antara lain faktor kelamin dan musim kelahiran.
Hasil pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan sapi simental anak, muda dan dewasa.Sapi simental jantan yang masih berumur 4 bukan memiliki bobot 144 kg. menurut Hartati (2008) pertumbuhan pedet mengalami peningkatan pada bulan pertama dan kedua masing-masing sebesar 0,36 kg dan 0,40 kg dan akan mengalami penurunan pada bulan ke 7 menjadi 0,17. Bestari (1999) menambahkan bahwa pertumbuhan pedet dari lahir sampai umur 120 hari adalah pertumbuhan dalam periode laktasi, sehingga kecepatan pertumbuhan pedet sangat bergantung kepada kemampuan produksi susu induk.
5.2.3     Proses Pemotongan
            Praktikum teknik pemotongan ternak sapi dilakukan di RPH bantarwuni, Desa Tambaksari Kidul, Kecamatan Kembaran. Pemotongan hewan pada umumnya dilakukan di rumah potong hewan (RPH). Wulandari (2010), menyatakan RPH merupakan kompleks bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan.Bangsa ternak yang diamati yaitu bangsa peranakan simmental yang memiliki bobot badan 289 Kg. RPH adalah bangunan yang dilengkapi dengan sarana penunjang yang dibutuhkan sebagai daging yang ASUH. Menurut Pemotongan ternak di RPH biasanya didahului dengan pemeriksaan ternak, biasanya ternak sapi betina bertanduk tidak d ijinkan untuk di potong. Sapi yang di potong di praktikum ini berjenis kelamin betina dan memiliki tanduk, namun sapi tersebut dianggap sudah tidak produktif sehingga dipotong.
            Ternak yang dipotong keseluruhannya adalah sapi, berasal dari berbagai bangsa. Peranakan simental, peranakan limousine, sapi bali sampai sapi limousine murni. Namun dari kesepuluh sapi tersebut, tujuh diantaranya adalah betina. Hal ini sangat menjadi perhatian serius. Wulandari (2010), menjelaskan persyaratan lokasi RPH, yaitu RUTR, RDTR, RBWK, jauh dan letaknya tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan. Wulandari (2010), menjelaskan sumber air sesuai baku air minum SNI 01-0220-1987 dan minimal untuk sapi 100liter/ekor/hari.
            Soejosopoetro (2011), menuturkan masih terjadi pengabaian pemotongan betina produktif (masih tinggi) melampaui ambang batas keamanan dalam kelestarian dan pengembangan populasinya. Bapak slamet Pujiono selaku penanggung jawab, menuturkan betina tersebut kesemuanya memang sudah tidak produktif. Hal tersebut didasarkan dari pemeriksaan ante-mortemnya. Kartasudjana (2001), menjelaskan pada pemeriksaan ante-mortem hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pencegahan terhadap patogenitas, kebersihan, pergerakan dan tampilan fisik ternak, kondisi tubuh hewan serta produktivitas ternak, khususnya bagi ternak betina. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter hewan yang memiliki wewenang serta kapasitas, sehingga dari semua ini tentunya pemotongan betina produktif dapat untuk dihindari sesuai dengan prosedur yang sudah tertera.
            Hafid dan Ruqayah (2009), menyarankan agar di RPH sebaiknya menerapkan prosedur standar pemuasaan sampai 24 jam sebelum pemotongan sebab  tidak berdampak negatif terhadap karkas yang dihasilkan. Zarkasi (2014), menyatakan di dalam RPH terdapat salah satu tahap yang cukup kritis ditinjau dari segi kehalalan, yaitu proses penyembelihan hewan.Wulandari (2010), menjelaskan pemeriksaan post-mortem adalah serangkaian prosedur atau uji pemeriksaan terhadap kepala, karkas dan jeroan setelah hewan disembelih. Asdar (2014), menyatakan waktu pemeriksaan post-mortem sebaiknya dilaksanakan segera setelah ternak dipotong.
            Ternak sapi tiba di RPH sekitar pukul 18.00, kemudian ternak di istirahatkan dan dipuasakan sebelum dilakukan pemotongan pada pukul 01.00. pengistirahatan dilakukan dengan tujuan agar ternak tidak stress, darah dapat keluar sebanyak mungkin dan tersedia energi untuk peristiwa rigormortis yang sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Asobis (2014), bahwa syarat ternak yang akan dipotong kondisi ternak di RPH harus di istirahatkan terlebih dahulu agar kondisinya kembali segar, Proses pengistirahatan sebaiknya dilakukan selama 16-24 jam. Sedangkan menurut soeparno (1994), ternak sebaiknya dipuasakan kurang lebih 12-24jam.
            Pengistirahatan ternak penting karena ternak yang telah bekerja apabila langsung disembelih tanpa pengistirahatan terlebih dahulu akan menghasilkan daging yang warnanya gelap yang biasa disebut dark cutting meat karena sapi mengalami stress. Kartasudjana (2001), menjelaskan bahwa perlakuan yang kasar pada ternak sebelum pemotongan akan menyebabkan memar pada daging sehingga akan menurunkan kualitas karkas. Oleh karena itu untuk mengurangi penurunan kualitas karkas, stress lingkungan harus dihindari dan ternak juga harus diperlakukan dengan baik, Sebelum sapi masuk ke pemotongan, sapi harus terlebih dahulu mengantri secara bergantian dengan sapi lainnya. Seharusnya sebelum di potong, sapi terlebih dahulu di periksa oleh dokter hewan. Namun pelaksanaan dilapangan hal tersebut tidak dilakukan.
            Tahapan proses pemotongan dimulai dari viksasi, sapi diambil dari kandang menuju temat penyembelihan dan menunggu pemilik sapi datang. Sapi dimasukan ke alat penjepit dan sapi dimiringkan. Jagal Membacakan doa agar daging yang dihasilkan halal kemudian sapi di sembelih. Waktu penyembelihan berlangsung selama 34 detik. RPH bantarwuni tergolong semi modern karena ketersediaan alat alatnya yang hampir lengkap, Penyembelihannya dilakukan dengan merebahkan sapi pada penjepit tidak lagi dengan mengikatnya dengan tali. Menurut soeparno (1994), pada dasarnya ada dua cara dalam teknik pemotongan atau penyembelihan ternak yaitu teknik pemotongan ternak secara langsung dan tak langsung. Pemotogan ternak secara langsung dilakukan setelah ternak diperiksa dan dinyatakan sehat, maka ternak langsung disembelih. Pemotongan ternak secara tidak langsung ialah ternak dipotong setelah dilakukan stunning proses dan ternak telah benar benar pingsan.
            Penyembelihan hewan potong di Indonesia harus sesuai dengan syariat islam. Hewan yang akan disembelih harus memenuhi syarat dan rukun yang telah di tentukan syariatnya. Penyembelihan dilakukan dengan memotong mari ( kerongkngan), hulqum (Jalan Nafas) dan dua urat darah pada leher. Hewan yang telah pingsan diangkat pada bagian kaki belakang dan digantung. Pisau diletakan 45º pada bagian brisket, dilakukan penyembelihan oleh modin dan dilakukan bleeding, yaitu menusukan pisau pada leher ke arah jantung. Posisi ternak yang menggantung menyebabkan darah keluar dengan sempurna. Hewan dianggap telah mati apabila tidak ada lagi pergerakan anggota tubuhnya (Asdar, 2014).  Proses pengeluaran darah yang terjadi dalam pemontongan sapi ini berlangsung selama 4 menit 34 detik sambil di aliri dengan air.
            Pemisahan kepala dan dengkil dilakukan setelah proses penyembelihan kepala dipisahkan langsung setelah penyembelihan, sedangkan dengkil dilakukan bersama dengan proses pengulitan. Pemisahan kepala dan tubuh ternak, berlangsung selamat 1 menit 11 detik dan dengkul 2 menit. Tujuan dari pemisahan kepala dan dengkil adalah memudahkan proses pengulitan. Pengulitan dimulai dari bagian dada lalu ekor dan bagian samping, kemudian ternak digantung untuk menguliti dari bagian dada lalu ekor dan bagian samping kemudian ternak digantung untuk menguliti bagian punggung. Waktu yang diperlukan untuk proses pengulitan yaitu sekitar 22 menit 37 detik. Menurut rochadi (2012), sebelum proses pengulitan harus dilakukan pengikatan pada saluran pencernaan di leher dan anus, sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dari pencernaan karkas. Pengulitan dilakukan secara bertahap diawali membuat irisan panjang sepanjang kulit garis dada dan bagian perut. Irisan dianjurkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaki. Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengan ke punggung pengulitan harus hati hati agar tidak terjadi kerusakan pada ulit dan terbuangnya daging.
            Menurut Smith (1993), bahwa penglitan dimulai setelah dilakukan pemontongan kepala dan keempat kaki bagian bawah. Pengulitan bisa dilantai, digantung dan menggunakan mesin. Pengulitan dilakukan dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang ventral dada dan perut. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam aki dan lutut dipisahkan dari vetral ke arah pungguh tubuh dan diakhiri dengan pemotongan ekor (soeparno, 1994).
            Evisceras adalah pengeluaran organ pencernaan dan isi rongga dada. Menurut Soeparno (1994), tahapan eviscerasi dimulai dengan membuka dada dengan gergaji melalui ventral tengah tulang dada, kemudian tongga abdominal dibuka dengan membuat syatan sepanjang ventral tengah abdominal. Lalu dilakukan pemisahan penis atau jaringan sepanjang ventral tengah abdominal. Lalu dilakukan pemisahan penis atau jaringan ambing dan lemak abdominal. Bonggol pelvis dibelah dan kedua tulang pelvis di pisahkan. Dibuat irisan di sekitar anus dan di tutup dengan kantong plastik. Esophagus dipisahkan dari trachea. Kemudian, dikeluarkan kantong kemih dan uterus. Organ perut dikeluarkan mulai dari interstinum, mesentrium, rumen dan bagian bagian lain dari lambung serta hati dan empedu. Diagfragma dibuka dan dikeluarkan isi rongga dada yang terdiri dari jantung, paru-paru dan trakea.
            Menurut Murtidjo ( 1993), eviscerasi merupakan pengeluaran organ dalam dengan membelah rongga dada sampai abdominal dengan menggunakan kapak, setelah terbelah maka di keluarkan saluran pernafasan dan pencernaan. Tujuan eviscerasi adalah mengeluarkan organ pencernaan (rumen, Intestine, hati dan empedu) dan isi rongga dada( jantung, esofagus, paru dan trakea). Eviscerasi dilakukan setelah pengulitan selesai, yaitu sapi digantung dengan posisi kedua kaki belakang diatas kemudian eviscerasi dilakukan dengan cara membelah rongga dada dan perut dengan membuat sayatan sepanjang ventral tengah abdominal, lalu mengeluarkan rongga perut yang terdiri dari intestinum, mensentrium rumen,dll. Proses ini terjadi selama 1 menit 17 detik.
            Penanganan karkas dilakukan setelah proses pengulitan selesai dan organ viscera dikeluarkan. Karkas dibagi menjadi 4 bagian depan dan belakang penanganan karkas yang dilakukan dalam praktikum ini berlangsung selama 5 menit  53 detik, Menurut Soeparno (1994), potongan karkas sapi dari potongan setengah lagi di bagi menjadi potongan seperempat meliputi seperempat bagian depan yang terdiri dari bagu termasuk leher, rusuk, paha depan, dada yang terbagi menjadi dada depan, dan dada belakang. Bagian seperempat belakang terdiri dari paha dan paha atas, loin yang terdiri dari sirloin dan short loin, flank beserta ginjal dan lemak yang meliputinya. Pemisahan karkas seperempat depan dan seperempat belakang dilakukan diantara rusuk 12 dan 13. Cara pemotongan primal karkas adalah menghitung tujuh vertebral centra ke arah depan dengan posisi karkas menggantung ke bawah dari perhubungan secara lumbar. Memotong tegak lurus columna vertebrae dengan gergaji. Memisahkan bagian seperempat depan dari seperempat belakang dengan pemotongan melalui otot otot intercostae dan abdominal mengikuti bentuk melengkung rusuk ke 12. Memisahkan bagian bahu dari rusuk dengan memotong tegak lurus melalui columna vertebral dari otot otot intercostae atau antara rusuk ke 5 dan ke 6. Memisahkan rusuk dari dada belakang dengan membuat potongan dari anterior ke posterior, memisahkan bagu dari dada belakang dengan membuat potongan dari anterior ke posterior. Memisahkan bahu dari dada depan dengan memotong tegak lurus rusuk ke 5 kira kira arah proksimal terhadap tulang rusuk, paha depan juga dipusahkan ( soeparno, 1994).
            Cara pemontongan primal karkas seperempat belakang diawali dengan memisahkan ekses lemak dekat pubis dengan bagian posterior otot abdominal. Memisahkan flank dengan memotog dari yang distal tensor fascialata dengan anterior dari ductus femoris ke arah rusuk ke 13 terhadap ischium kira kira berjarak 1cm sampai bagian kepala dari femur. Memisahkan paha atas dari sirloim dengan potongan melewati antara vertebral sacral ke lumbar antara lumbar ke 5 dan 6 (soeparno, 1994).
            Karkas yang telah dibagi menjadi empat bagian lalu diberi cap kelayakan. Menurut Kartasudjana (2001), Bahwa pemeriksaan umum yang harus di perhatikan pada karkas diantaranya adalah :
1. Adaya memar, pendarahan atau perubahan warna pada karkas. Apabila ternak pernah mengalami trauma sewaktu dalam perjalanan maka akibatnya dapat dilihat pada karkas yang telah dikuliti.
2. Adanya pembengkakan pada karkas baik lokal maupun menyeluruh sangat tidak disukai. Hal tersebut bisa terjadi karena penyakit helminthiasis, Trypanosomiyasis dan penyakit caplak adanya pembengkakan akan menurunkan harga karkas.
3. Warna karkas yang cenderung kehitaman diduga karena proses pengeluaran darah yang kurang sempurna
4. Bau yang abnormal, bila bau sudah menyimpang dari normal maka daging sudah busuk dan tidak dapat dijual.
            Penanganan non karkas yang dilakukan di RPH bantarwuni yaitu setelah pengulitan selesai, kulit dipisahkan dan ditimbang begitu juga dengan kepala dan dengkul. Organ pencernaan dikeluarkan isinya dan dibersihkan namun tidak ikut dilakukan penimbangan. Sedangkan bagian ekor dikelompokan kepada bagian karkas. Menurut Iskandar (2014), bahwa proses penyembelihan dan pemotongan hingga menjadi karkas mengacu pada SNI mutu karkas dan daging (BSN, 2008) yaitu sapi yang sehat yang disembelih secara halal kemudian bagian kepala kaki bawah, ekor, kulit bawah, dan jeroan di pisahkan dari bagian karkas, bagian kepala dipisahka diantara tulang oscipitale dengan tulang tengkuk pertama, bagian kaki depan dipisahkan diantara carpus dan meta carpus, bagian kaki belakang dipisahkan diantara tarsus dan metatarsus dan bagian ekor paling banyak dua ruas tulang cocygeal terikut karkas.
            Menurut Iskandar (2014),Bobot Karkas 43.18%, Bobot non Karkas 40.58%. Rataan persentase karkas daging dan tulang (syatno, 2013): bobot hidup 448.36 dengan karkas 203Kg, daging 143 kg, tulang 61.6 Kg. Menurut hafid dan Ruqayah (2009), bahwa proporsi bagian bagian karkas ini dipengaruhi oleh proporsi jaringan tulang, daging, dan lemak. Kenaikan persentase bagian karkas ini sejalan dengan kenaikan persentase karkas. Meskipun demikian secara umumnya maka rataan persentase tulang sapi dar ternak betina lebih tinggi namun pada rusuknya jantan lebih besar. Hal ini diakibatkan karena adanya perbedaan jumlah daging pada jenis kelamin yang berbeda. Prporsi tulang menurun dengan bertambahnya bobot karkas kecuali kepala. Berat kulit pada sapi jantan khususnya jawa lebih tinggi dari betinam karena ternak ternak jantan brasesna memiliki konformasi tubuh yang lebih besar dari ternak betinam sehingga proporsi kulitnya lebih besar dibandingkan sapi betina.
            Rataan bobot karkas pada kelompok umur terlihat meningkat seiring bertambahnya umur ternak. Hal ini dikarenakan bertambahnya umur maka seekor ternak, kedua sisi tubuhnya menjadi lebih besar sehingga bobot karkasnya meningkat. Menurut Iskandar (2014), bahwa jaringan tubuh mencapai pertumbuhan maksimal dengan urutan dari jaringan syaraf, tulang dan otot serta lemak. Pada ternak muda deposisi lemak terjadi sekitar jeroan dan antara ikatan serabut otot yaitu lemak intramuscularm lapisan dibawah kulit, dan diantara serabut otot atau marbling.
            Limbah yang dihasilkan dari RPH meliputi limbah padat berupa isi rumen dan kotoran hewan sebelum disembelih, bulu, sisa makanan ternak, isi usus dan lainnya. Limbah yang berupa gas adalah efek dari pengolahan RPH karena menghasilkan bau yang tidak sedap. Limbah cairnya berupa air bekas cucian darah maupun karkas dan jeroan. Sistem pengolahan limbahnya di RPH Purwokero sudah cukup baik, RPH ini memiliki IPAL sendiri yaitu Instalasi Pembuangan Air Limbah. Sistem ini dibuat bertujuan untuk menjaga kebersihan RPH dan lingkungan sekitar.
            RPH merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang diperoleh dari pemunguta retribusi. Besarnya retribusi yang harus di bayarkan per satu ekor sapi adalah sebesar Rp. 33.000,00. Perhitungan di lapangan menunjukan untuk kelompok sapi 41, mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 771.000. Nilai yang cukup wajar seperti yang diarahkan asisten pendamping, yaitu normalnya berada pada kisaran Rp. 771.000 – Rp. 1.500.000. Nilai ini dapat dicapai dari sapi dengan bobot tubuh 289 Kg dan bobot tubuh kosongnya 265 Kg.

V.           KESIMPULAN
1.            Data menunjukan 70% dari sapi yang dipotong adalah betina dengan asusmsi sudah tidak produktif.
2.            Pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem didapatkan hasil yang baik alias negatif.
3.            Teknik pemotongan yang dilakukan yaitu tradisional dengan peralatan semi modern.
4.            Keuntungan yang diperoleh dari sapi berbobot 289 Kg, yaitu sebesar Rp. 771.000,-

DAFTAR PUSTAKA
 Asdar, Zulkifli. 2014. Analisis Proses Pengolahan Pemotongan Sapi dan Kerbau di      Rumah Potong Hewan Tamangapa, Makassar. Jurnal Ilmiah Peternakan

Asobis, K. 2014. Ternak Potong di Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.

BSN. 2014. Studi Kelayakan Pendirian Rumah Potong Hewan di  Kabupaten Kutai Timur. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

Hafid dan Ruqayah. 2009. Persentase Karkas Sapi Bali pada berbagai Berat Badan dan          Lama Pemuasaan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Kartasudjana, R. 2001. Proses Pemotongan Ternak di RPH. Proyek  Pengembangan Sistem Dan Standar Pengelolaan Smk Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta

Smith. 1993. Ternak Potong di Daerah Tropis. UGM Press. Yogyakarta.

Soejosopoetro, Bambang. 2011. Studi tentang Pemotongan Sapi Betina Produktif di RPH Malang. Jurnal Ternak Tropika.

Soeparno. I. 1994. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT. Gramedia, Jakarta.

Wulandari, Puput. 2010.Teknik Pemotongan Ternak. Gramedia. Jakarta.

Zarkasi, Tsin Zayyina. 2014. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen melalui             Sertfikasi Halal RPH Lombok. Jurnal Ilmiah UNMATAR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar