Senin, 13 Maret 2017

PAPER KEPEMIMPINAN (KESEDERHANAAN SEORANG PEMIMPIN YANG PROFESIONAL)



KESEDERHANAAN SEORANG  PEMIMPIN YANG PROFESIONAL
















Disusun Oleh :
Nama       : Muhamad Ibnu Sutanto
NIM         : D1E014140
Kelas        : C




KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya paper yang berjudul “Kesederhanaan Seorang Pemimpin Profesional". Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penulisan makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. H. Muhammad Nuskhi, M.Si., selaku dosen mata kuliah Kepemimpinan, yang memberikan dorongan serta masukan kepada penulis.
Penulis berharap paper ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Purwokerto, 17   Juni 2015


Penulis




I.         PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Kepemimpinan adalah suatu proses seseorang dapat menjadi pemimpin melalui aktivitas yang terus menerus sehingga dapat mempengaruhi yang dipimpinnya dalam rangka untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan terbaik di dunia sepanjang sejarah adalah kepemimpinan Rosululloh saw. yang dibantu oleh peran sahabat-sahabatnya. Karakter merupakan elemen penting yang menentukan keberhasilan sebuah kepemimpinan. Karakter pemimpin sangat menentukan maju mundurnya sebuaf organisasi yang dibawa. Baiknya organisasi akan terwujud dengan karakter pemimpinnya yang memadahi.
Pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya mempunyai gaya nya masing-masing. Kesederhanaan adalah gaya kepemimpinan yang efisien, dimana ia menenpatkan sesuatu pada tempatnya. Pemimpin sederhana juga menjadi dambaan anggotanya. Seorang pemimpin yang bijak akan menolong rakyatnya untuk menghindari kerugian dan dosa. Tolong-menolong antar sesama juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan, sehingga pembangunan suatu wilayah dapat dilaksanakan dengan kebersamaan. Namun tolong menolong dalam kebaikan adalah yang diutamakan dibanding dalam keburukan.

Moral menjadi hal yang menentukan keberhasilan sebuah kepemimpinan. Moral yang baik wajib dimiliki oleh pemimpin maupun yang dipimpin. Melalui moral tersebut akan membuat hubungan yang harmonis dalam sebuah kepemimpinan. Keharmonisan yang muncul akan mempermudah dalam pembangunan masyarakat.
Profesionalisme menuntut seseorang untuk memiliki keahlian dalam bidangnya. Melalui profesionalisme seseorang akan bekerja sesuai dengan job task, sehingga pekerjaan dilaksanakan dengan waktu yang tepat, sungguh-sungguh dan menjadi sebuah amanah.
1.2              Tujuan
a.       Mengkaji tentang hijrah sebagai pembentuk masyarakat madani.
b.      Mengkaji tentang karakter pemimpin yang islami.
c.       Mengkaji tentang kesederhanaan seorang pemimpin.
d.      Mengkaji tentang pemimpin yang suka tolong-menolong.
e.       Mengkaji tentang moral seorang pemimpin.
f.       Mengkaji tentang sikap profesional seorang pemimpin.






II.      MASYARAKAT MADANI

2.1  Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu pokok dari keinginan manusia yang besar untuk menggerakkan potensi organisasi, kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi maupun suatu komunitas masyarakat dalam mencapai target dan tujuannya (Djunaedi,2005). Pemimpin pada dasarnya adalah seorang yang mempunyai tugas untuk memimpin, dimana dalam diri seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat kepemimpinan seperti apa yang sudah dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Veitzhzal Rivai dkk (2013), Ki Hajar Dewantara mengajarkan agar seorang pemimpin itu harus memiliki sifat  ing ngarso sung tuloda  artinya di depan pemimpin memberi contoh dan teladan, ing madyo mangun karso  di tengah pemimpin membangun karsa, gagasan ide dan karya  dan  tutwuri handayani  artinya di belakang memberi dorongan/motivasi. Prinsip ini sangat perlu dilaksanakan dan dipegang teguh oleh pemimpin zaman sekarang.

 Wulan (2010) mengungkapkan bahwa, kepemimpinan adalah upaya penggunaan jenis pengaruh memotivasi orang dalam proses pencapaian tujuan Pemimpin akan memberikan pengaruh yang meliputi nilai yang ingin dicapai, arah yang menuntun masa depan, dan cara yang akan menentukan bagaimana tugas-tugas akan diselesaikan. Hasan (2012) menambahkan bahwa kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen walaupun tidak seluruhnya. Sebagai contoh, apa yang dilakukan oleh Soeharto dengan Repelitanya dalam merencanakan dan mengorganisasi adalah salah satu bahagian dari fungsi manajemen.
2.2  Aqidah Pemimpin
Aqidah merupakan iman, kepercayaan atau keyakinan yang sungguh-sungguh dan murni yang tidak dicampuri oleh rasa ragu sehingga kepercyaan dan keyakinan itu mengikat seseorang di dalam segala tindak-tanduknya. Keimanan yang kokoh merupakan syarat mutlak seseorang untuk menjadi pemimpin dan sekaligus untuk dipilih sebagai pemimpin. Mereka yang tidak memiliki kekokohan iman bukan saja tidak layak menjadi pemimpin bahkan terlarang untuk dipilih sebagai pemimpin (Suryadi, 2007). Hal tersebut dikarenakan jika orang selalu berpangkal pada aqidah islam akan selalu damai dan tenteram hidupnya karena islam mengajarkan kebaikan kebaikan yang semuanya bersumbar dari Allah dalam alquran yang merupakan petunjuk hidup bagi manusia (Ariffudin,2009). Sehingga dengan ketenangan atau ketentraman yang ada diharap mampu menjadi kemudahan dalam memimpin, dan membawa anggotanya dalam jalan yang dikehendaki oleh Allah.
Aqidah yang merupakan formulasi nalar islam yang brpangkal pada pengakuan dan keyakinan tersebut, pembahasanya pun mengalami perubahan sesuai konteks perkebangan yang melingkupinya. Yang dimaksud aqidah nalar yang berpangkal pada pengakuan terhadap keyakinan tersebut adalah melalui syahadat mengakui bahwa tuhan adalah Allah dan juga Rasulullah sebagai utusannya. (Suprapto, 2009). Sejarah yang sudah sangat umum tentang Rasulullah Saw yang melakukan hijrah dari kota Mekah ke Madinah. Hijrah tersebut merupakan suatu peristiwa besar dan amat penting dalam sejarah kerasulan Muhammad Saw.  Selain itu hijrah itu sendiri juga mengandung makna ketulusan dan dedikasi kaum Muhajirin waktu itu pada keimanan dan aqidahnya (Ibrahim, 2012).
2.3  Kecerdasan Pemimpin
      Pemimpin  melakukan fungsi kepemimpinan sesuai dengan bidangnya atau keahliannya. Pemimpin harus mempunyai tiga macam kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual (Susanto, 2007). Hal tersebut menunjukan bahwa seorang pemimpin dituntut memiliki ketida kecerdasan yang mendukung kelanncaran kepemimpinannya. Dari keterangan tersebut Manurung (2012) menambahkan, bahwa seorang pemimpin yang efektif, adalah pemimpin yang menunjukkan kemampuan untuk mencapai hasil dengan bekerja keras dan berdedikasi tinggi. Kepemimpinan mencakup keahlian dan seni yang mampu menginspirasi atau memotivasi orang-orang untuk bekerja mencapai tujuan . Hal tersebut erat kaitannya dengan hubungan antara pemimpin itu sendiri dengan anggotanya.
      Kecerdasan emosi adalah tingkat kecemerlangan seseorang dalam menggunakan perasaannya untuk merespon keadaan perasaan dari diri sendiri maupun dalam menghadapi lingkungannya. Pemimpin, secara khusus membutuhkan kecerdasan emosional yang tinggi karena mereka berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di luar organisasi dan mereka membentuk moral karyawan                              (Supriyanto & Eka, 2012). Kecerdasan emosional sendiri erat hubungannya dengan kecerdasan spiritual, dimana kecerdasan spiritual diartikan oleh Andriani (2010) sebagai kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa kesadaran. Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan pencerahan jiwa. Orang yang mempunyai SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup yang dialaminya sendiri maupun orang lain.
2.4  Kekuatan Kecerdasan Pemimpin
Seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya harus mempunyai kekuatan untuk mengendalikan anggotanya. Pemimpin yang dapat mengendalikan perasaannya, menjalankan kontrol dan menunda kepuasan mampu menjalankan peran sebagai model bagi para pengikut dan mereka akan menghormati para pemimpinnya (Kahar, 2008). Manusia telah dikaruniai akal yang digunakan dalam membandingkan  mana yang yang baik dan yang buruk. Akal tersebut adalah pembeda diantara mahluk-mahkuk Allah yang lainnya. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an mengenai syariat ( hukum – hukum ) Allah dan perintah-perintahNya selalu disertai dengan rinci hukum sebab-akibat yang rasional. Hal ini menunjukan bahwa Allah SWT sangat menghargai akal dan memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya (Aziz, 2012).
      Kekuatan imbalan sebagai motivasi yang positif dapat memberikan pengaruh kepada sebagian besar manusia dan mendorong mereka untuk mematuhi perintah dan pelaksanaan aturan. Imbalan sebagai motivasi yang positif dapat memberikan pengaruh kepada sebagian besar karyawan (Dwika dkk, 2013). Namun tak selalu kekuatan pemimpin menjadi andalan disetiap situasi, kekuatan kecerdasan akan lebih sering dibutuhkan dalam penyelesaian sebuah masalah. Casmini (2007) memaparkan bahwa kecerdasan dapat didefinisikan melalui dua jalan yaitu secara kuantitatif adalah proses belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes inteligensi, dan secara kualitatif suatu cara berpikir dalam membentuk konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar yang disesuaikan dengan dirinya.
2.5  Ahli Strategi
Seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya  membutuhkan strategi atau kiat-kiat untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan motivasi yang kuat kepada pengikutnya. Hal tersebut dikarenakan semangat kerja seseorang berpengaruh pada usahanya untuk mewujudkan suatu tujuan melalui pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya (Asnawi, 1999). Banyak yang mendefinisikan akan arti dari strategi, salah satunya definisi strategi menurut Marrus (2007) yaitu merupakan suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.
Sahabat Rosul Abdullah Bin Abu Bakar contohnya beliau adalah seorang intelijen muda yang masih belasan tahun seperti Ali ra, ia adalah saudara kandung Aisyah ra putri dari Abu Bakar ra. Ia mampu berkomunikasi dengan baik     pada orang lain sehingga orang-orang Qurays tidak mengetahui bahwa apa yang mereka rencanakan dan bicarakan adalah tentang Nabi Muhammad SAW benar-benar telah disadap dan diinformasikan kepada Rasulullah SAW (Al-Ghazali, 2008). Di indonesia contoh yang bisa kita teldani yaitu apa yang dilakukan oleh walikota Solo, Joko Widodo atau yang akrab dipanggil Jokowi. Beliau menerapkan strategi “Nguwongke“ (memanusiakan) untuk PKL atau pedagang kaki lima. PKL diajak berdialog dan makan bersama, didampingi bebepentunganrapa lembaga swadaya masyarakat. Itu di-lakukan terus menerus dan hasilnya, beberapa wilayah solo sudah terbebas dari PKL (Hasan, 2012). Dari sikap bapak Jokowi tersebut tercermin bahwa beliau mengutamakan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat.
2.6  Fisik Pemimpin
Tugas terpenting dari seorang pemimpin adalah untuk memimpin orang, memimpin pekerjaan, dan memanfaatkan sumber-sumber materil secara maksimal. Untuk melaksanakan tugas itu dengan baik, seorang pemimpin harus memiliki kondisi fisik yang sehat sesuai dengan tugasnya. Tugas kepemimpinan tertentu menuntut sifat kesehatan tertentu pula (Yusuf, 2007). Kesehatan fisik sangatlah berpengaruh dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Adanya kesiapan berupa kesehatan jasmani diharapkan untuk menghindari kemungkinan-kemugkinan buruk yang akan muncul dari ketidak sempurnaan panca indra seorang pemimpin sangatlah penting. Pemimpin mewakili kepentingan masyarakat banyak, karenanya untuk kemaslahatan masyarakat yang lebih besar, maka kesempurnaan fisik seseorang sangat diperlukan (Bisyri, 2010).
       Terkait dengan kesehatan fisik dan kekuatan fisik, agama islam telah memberi contoh  yaitu Nabi Muhammad SAW yang pada suatu hari pernah bergulat dengan seorang pria berbadan besar bernama Rukanah. Dari segi fisik, Nabi Muhammad SAW kalah besar. Setelah Rasulullah mengalahkannya dalam suatu pertandingan, Rukanah kemudian menjadi pengikut setianya (Mujani, 2011). Hal tersebut menggambarkan rupa tidak pengeruh pada jiwa.Selaras dengan hal tersebut islam dalam ajarannya telah jauh memberi panduan kepada manusia dalam memilih pemimpin itu salah satunya adalah memilih orang yang sehat fisiknya serta orang yang kuat dan dapat dipercaya. Pemimpin adalah orang yang akan mengurus orang banyak karenanya dituntut untuk memiliki ilmu dan sehat fisiknya (Muhammad, 2008).
2.7  Ahli Ekonomi
Secara umum dapat dikatakan bahwa, dengan adanya faktor-faktor pendukung di bidang perekonomian tersebut masyarakat dan memberikan dampak positif. Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang trasparan kepada masyarakatnya tentang segala hal yang terjadi, baik berupa kemunduran maupun kemajuan daerah sehingga masyarakat mamiliki pengetahuan serta informasi tentang keadaan tersebut (Rahmawati,2013). Contohnya saja Abu Bakar ra. merupakan sahabat Nabi Saw yang sangat lembut hatinya, memiliki belas kasih dan sayang kepada yang lemah. Beliau tidak segan-segan menginfakkan hartanya dengan jumlah besar hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Oleh karena itu melalui hartanya, berbagai rintangan yang dihadapi bersama Rosulullah Saw dapat dilalui, selain itu melalui harta tersebut dapat memperluas dakwah Rosululloh Saw (Hermanto, 2014).
Dalam pemerintahan keberadaan infrastruktur perekonomian yang baik akan mendorong peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi. Sedangkan dalam konteks ekonomi makro ketersediaan jasa infrastruktur berpengaruh terhadap biaya produksi. Infrastuktur dapat berperan penting dalam peningkatan produksi barang yang ada di Indonesia dan juga peningakatan produksi jasa kemudian pendapatanpun dapat meningkat (Permana,2010). Sesuai dengan hal tersebut Abu bakar telah meletakkan dasar-dasar Islam yang kukuh. Pada masa Abu Bakar Assidiq beliau melaksanakan sistem ekonomi yang telah dipraktekan Rasulullah SAW ,beliau sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat  tidak berlebih atau kekurangan dalam pembayaran. Hasil zakat itu langsung dikumpulkan di baitul mal dan di distribusikan kepada kaum muslimin tanpa sisa (Al-Ghazali, 2008).

III.    KARAKTER SEORANG PEMIMPIN YANG DEKAT DENGAN TUHAN

3.1  Pemimpin yang Berkarakter Menurut Islam
3.1.1        Jujur
Menurut Fandika (2013), kejujuran adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya. Hal ini diwujudkan dalam hal perkataan dan perbuatan baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
3.1.2        Komunikatif

Komunikatif adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau informasi dari seseorang ke orang lain. Suatu komunikasi yang tepat tidak akan terjadi apabila penyampaian beritanya tidak tepat dan penerima berita tidak memahaminya (Anggriyani,2012).
3.1.3        Kompeten
Nurmianto (2006) mengatakan bahwa ciri-ciri kompetensi adalah merupakan suatu kelompok perilaku yang spesifik, dapat dilihat dan dapat diferifikasi yang secara reliabel logis dapat dilihat dan dapat dikelompokan bersama serta sudah diidentifikasi. Jenis kompetensi ada tiga, kompetensi organisasi, kompetensi pekerjaan atau teknis dan kompetensi individual.
3.1.4        Musyawarah
Menurut wahyuningsih (2013), musyawarah merupakan salah satu wadah atau sarana untuk menyalurkan aspirasi dan keluhan yang dirasa membuat kehidupan kurang nyaman untuk dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah dengan mencari kata mufakat.
3.1.5        Inspiratif
Inspiration pemimpin artinya pemimpin mampu mengartikulasikan tujuan bersama, dapat menentukan suatu pengertian mengenai apa yang dirasa penting dan benar sehingga pemimpin dapat meningkatkan harapan positif mengenai apa yang harus dilakukan (Umar, 2008).
3.1.6        Rendah Hati
Rendah hati merupakan kemampuan menjaga keseimbangan antara kemampuan yang dimiliki dan kesadaran bahwa apa yang telah dicapai pemimpin dapat terjadi karena kemampuan dan sumbangan dari pengikut bukan dirinya sendiri. Pada intinya pemimpin yang rendah hati adalah berawal dari perasaan yang tulus yang timbul dari hati, berkehendak melayani yaitu menjadi pihak pertama yang melayani (Rizal, 2014).
3.1.7        Sabar
Zubed (2009) mengatakan bahwa sabar merupakan salah satu pondasi budi pekerti dalam ajaran agama yang lurus. Sifat ini termasuk salah satu induk dari ahlak yang mulia. Sabar bukan berarti pasrah dan tidak melakukan apapun untuk memperbaiki keadaan. Namun selalu selalu memikirkan berbagai rencana yang harus dilaksanakan agar keadaan menjadi lebih baik.
3.2   Dekat dengan Tuhan
Muzaki (2013) mengatakan, bahwa seseorang yang dekat dengan tuhan akan memiliki tujuan dalam akan senantiasa menata hidupnya sesuai tuntunan agama. Orang tersebut akan memliki tujuan dalam hidupnya, mengabdi kepada tuhan atau disebut sebagai abdullah dan mampu menjadi khalifah.
3.2.1        Tujuan Hidup Manusia
Tuhan menciptakan manusia hingga ia hidup mempunyai tujuan: manusia sebagai mabluknya harus mempunyai tujuan hidup yang haqiqi bukan saja melalang buana diatas semesta ini dalam tatanan filosofis. Keterkaitan tuhan dan tujuan manusia dalam mengurangi kehidupan merupakan suatu landasan ideologi dalam kosmologi dan kreasi tuhan (Rudi, 2013). Tujuan hidup manusia sendiri terbagi dua menurut waktunya, yaitu:
a)        Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang yaitu mengharap ridho Allah agar setelah kehidupan di dunia berakhir dapat mendapatkan kehidupan yang lebih indah yaitu surga. Surga adalah tempat nang penuh dengan kenikmatan yang dijanjikan oleh Allah untuk orang-orang yang beriman dan menjalankan perbuatan baik sebagai ganjaran atas perbuatannya (Nur, 2014).
b)       Tujuan Jangka Pendek
Tujuan pertama dalam jangka pendek adalah bekerja. Untuk memperoleh penghasilan yang digunakan untuk biaya selama hidupnya. Etika kerja islam menekan kerja kreatif sebagai sumber kebahagiaan dan pencapaian kerja keras dipandang sebagai kebijakan. Barang siapa bekerja keras maka akan berhasil dalam hidupnya (Ghozali, 2005). Tujuan yang kedua adalah memanfaatan dan mengelola sumber daya akan alam yang sudah diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Secara luas sumber daya alam ada dua yaitu unsur hayati dan non hayati (Yustisi, 2014). Sumber daya hayati biasa kita kenal dengan nama sumber daya manusia (SDM), sedangkan sumber non hayati adalah sumber daya alam (SDA).
3.2.2        Mengabdi Kepada Allah (Abdullah)
Salah satu bentuk pengabdian kepada Allah adalah berdakwah. Dakwah mempunyai arti yang luas, salah satunya adalah menyampaikan ajaran agama ke orang lain. Dakwah dalam islam menempati posisi yang penting, disebut demikian karena dakwah islam menentukan jatuh bangunnya suatu masyarakat dalam suatu bangsa (Ali muddin, 2007). Dakwah sendiri biasanya berisi informasi tentang berbagai tuntunan beragama dan kebaikan-kebaikan Allah Swt. Selain dakwah, ubudiah (pengabdian) kepada Allah dalam kehidupan manusia sehari-hari juga dapat dilakukan dengan melakukan perilaku yang mencakup aspek ekonomi, sosial, politik, dan pendidikan (Sulistiyo, 2010). Misalnya bekerja dengan niatan menari rizki yang telah dijanjikan oleh Allah dengan tetap mengharap ridho dari-Nya, dan saling tolong-menolong kepad sesama dalam hal kebaikan.
Seseorang yang menjalankan puasa merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada Allah. Objektif utama bagi yang berpuasa ialah menjalankan takwa dalam diri seorang muslim. Takwa yang dipupuk melalui ibadah merupakan elemen penting bagi seorang muslim menjaga hubungannya dengan Allah demi menjaga agama dalam dirinya (Mat dan Ghoni, 2012). Ramdhani (2012) dalam jurnalnya mengatkan bahwa amal ibadah yang biasa dan wajib dilakukan setiap hari yaitu sholat, mampu diartikan sebagai cara menjaga diri agar selalu dekat dengan Allah. Dengan menjalankan sholat juga tingkat iman pasti akan bertambah. Sholat merupakan ibadah yang termasuk dalam salah satu pengabdian kepada sang pencipta yaitu Allah SWT. Tujuan dari sholat yaitu mengharapkan ridho dari Allah agar kelak dapat masuk surganya.
3.2.3        Khalifah
Manusia yang hidup bermasyarakat dalam sepanjang sejarahnya telah mengenal adanya pemimpin dan telah dapat mengetahui arti dari kepemimpinan raja-raja. Tipe kepemimpinan inilah yang memenuhi lembaran sejarah selama berabad-abad lamanya sehingga pada suatu ketika dunia disentakan oleh suatu tipe kepemimpinan yang dikenal dengan khalifah (Amin, 2009). Kata khalifah diulang sebanyak dua kali dalam Al-Qur'an, sedangkan pengulangan kata khala'if sebanyak 4 kali, kata khulafaa sebanyak tiga kali, kata istakhlafa satu kali dan yastakhilifu satu kali (Jazuli, 2006). Bukti tersebut menunjukan bahwa pentingnya seorang khalifah dalam kehidupan di dunia.
Manusia sebagai khalifah tentunya memiliki amanah. Metafora amanah sebenarnya diturunkan dari sebuah aksioma yang mengatakan bahwa pada dasarnya manusia berfungsi sebagai Khalifatullah fil ardh (wakil Tuhan di bumi) Rahardjo dalam Kholmi (2012). Islam memberikan hak-hak bagi pemimpin yang wajib ditunaikan, ditahankan dan dajaga oleh rakyat. Sesungguhnya maslahat umat dan masyarakat tidak akan tercapai dan teratur kecuali dengan saling tolong-menolong antara pemimpin dan rakyat. Pemimpin menegakkan kewajibannya demikian pula halnya rakyat dan masyarakat. Diantaranya hak-hak pemimpin dan kewajiban terhadap mereka adalah sebagai berikut: ikhlas dan mendo'akan pemimpin, menghormati dan taat dalam perkara selain maksiat (Fay, 2005).



IV.  PEMIMPIN SEDERHANA DAN SUKA MENOLONG

4.1    Pemimpin Yang Efisien
Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari orang-orang yang dipimpin (Stiawan, 2005). Adanya kekosongan-kekosongan yang ada pada pemimpin, baik itu dalam bentuk kekosongan jiwa, kekosongan hati ataupun kekosongan akal.
4.1.1        Kekosongan Jiwa
Kekosongan jiwa dapat terjadi karena kurangnya kecerdasan emosional pada diri seseorang. Nurita (2014) mengatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh pada cara seseorang menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, pekerjaan, maupun interaksi dengan lingkungan sosialnya. Sehingga seringkali faktor emosional menjadi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang.
4.1.2        Kekosongan Hati
Kekosongan hati dapat membuat seseorang kesusahan dalam menyelesaikan masalah, karena hati tidak sanggup dalam menerima kesusahan–kesusahan yang dialami. Oleh karena itu diperlukan kecerdasan spiritual dalam menyelesaikan masalah kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lainnya (Suryani,2013).
4.1.3        Kekosongan Akal

Handayani (2011) mengatakan bahwa akal seseorang akan semakin kosong ketika tidak sering digunakan untuk berfikir ataupun kurang belajar, sehingga Intelligent Quotient (IQ) rendah. Kemampuan IQ yang tinggi dapat membuat seseorang lebih bisa memahami serta memecahkan masalah. Adapun cara untuk mengefisienkan waktu supaya kekosongan yang ada mampu berkurang. Menurut Ayuningtyas dkk (2014), tahap awal agar suatu prosses dapat terlaksana secara efisien adalah dengan mengiden tifikasi waktu serta mengidentifikasi gerakan - gerakan yang harus dilakukan. Kumalasari (2004) juga menambahkan bahwa dalam usaha untuk menghasilkan hasil yang maksimal maka perlu dilakukan identifikasi aktifitas - aktifitas mana yang diperlukan dan mana yang tidak diperlukan. Aktifitas - aktifitas yang tidak diperlukan sebaiknya dikurangi atau kalau mungkin dihilangkan.
Manajemen waktu meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas waktu. Melalui manajemen waktu ini, seseorang berupaya menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan yang diinginkan, sekaligus menghindari kesibukan yang tidak diinginkan. Waktu merupakan saat dan tempat untuk belanja dan merupakan modal sesungguhnya bagi manusia, baik individu, kelompok, organisasi maupun masyarakat (Sabri, 2012). Menurut Lizawati (2014), pengambilan keputusan pemimpin juga mempengaruhi efektivitas kepemimpinan, namun pengambilan keputusan yang otokratik akan berpengaruh negative terhadap hasil kepemimpinan. Oleh karena itu dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin harus mempertimbangkan berbagaima cara agar semua pihak terpuaskan.
4.2         Cara agar Efisien
4.2.1        Dakwah
Aktivitas dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan direncanakan dengan tujuan mencari kebahagiaan hidup dengan dasar keridhaan Allah SWT. Rasulullah sendiri menyebarkan agama islam dengan cara berdakwah kepada umatnya. Dakwah dapat dirumuskan sebagai proses penyampaian ajaran islam kepada umat manusi (Ummatin, 2008). Dalam menyampaikan dakwah seorang pendakwah memerlukan media dakwah, dimana media dakwah adalah hal yang sangat berperan ketika berdakwah. Fakhruroji (2010) mengatakan bahwa dalam disiplin ilmu dakwah, media sendiri sesungguhnya lebih cenderung dipahami sebagai saluran/channel yang digunakan oleh para pelaku dakwah baik individul maupun komunal untuk menghantarkan pesan.
Saat ini, masyarakat sudah dipermudah untuk bisa mendengarkan semua informasi. Salah satunya untuk mendengarkan pengajian tidak harus berhadapan langsung dengan ulama, namun cukup dengan mengakses internet, masyarakat bias mendapatkan bahan bacaan keagamaan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan dan dimanapun mereka berada (Iskandar2009). Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat bisa menerima informasi yang diberikan oleh media masa. Salah satunya adalah media yang menguasai informasi pada harian. Terkadang media masa digunakan sebagai alat pencitraan banyak pihak sampai dengan jenjang pemerintahan. Hal tersebut dikarenakan kehadiran media massa di masyarakat sebagai penyedia informasi kepada masyarakat dalam kecenderungan global memiliki daya memaksa yang sungguh luar biasa. Bahkan media massa memiliki keperkasaan mengonstruksi sebuah tatanan kehidupan manusia (Ummatin,2008).
4.2.2        Membaca
Membaca adalah hal yang semua manusia pasti pernah melakukannya, meski dalam penerapannya membaca tidak dilakukan secara rutinitas. Hal-hal yang dibaca pun tidak jarang sesuatu yang kurang bermanfaat bagi sipembaca. Rahayu (2009) mengungkapkan bahwa membaca merupakan kebutuhan dan kegiatan sehari  -hari setiap manusia, membaca juga sangat penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, setiap aspek kehidupan melibatkan kegiatan membaca sehingga kemampuan membaca merupakan tuntunan realitas kehidupan sehari-hari manusia. Membaca sebenarnya merupakan bentuk kebudayaan. Oleh karena itu untuk mengubah masyarakat yang enggan membaca menjadi masyarakat baca diperlukan adanya perubahan budaya. Siklus membaca sebenarnya merupakan siklus mengalirnya ide pengarang kedalam diri pembaca yang pada gilirannya akan mengalir keseluruh penjuru dunia melalui tulisan (buku, artikel, makalah seminar, hasil penelitian) dan rekaman lain (Lasa, 2009).
Maju dan berkembangnya suatu Negara tergantung dari kualitas pendidikannya, apabila pengetahuan seseorang luas maka orang tersebut mampu menciptakan inovasi dan kreasi dalam menyelesaikan masalah. Dalam pendidikan kegiatan membaca merupakan hal penting yang mempengaruhi hasil pembelajaran. Namun, minat baca masyarakat Indonesia masih rendah, yang berdampak pada rendahnya wawasan (Lestyarini, 2014). Untuk itu minat membaca seseorang harus ditingkatkan agar kualitas hidup orang tersebut dapat meningkat, sehingga tercipta masyarakat yang rajin membaca yang akan membawa kesejahteraan pada bangsa (Suswati, 2010). Lasa  (2009) berpendapat melalui membaca sejumlah literatur, diskusi, dan mengikuti pertemuan ilmiah, sesorang mampu mengasah otak, memperoleh wawasan, dan meningkatkan ilmu pengetahuan. Membaca sebenarnya merupakan bentuk kebudayaan dalam rangka penyebaran gagasan dan upaya kreatif .
4.2.3        Suka Membantu
Manusia dan persekitaran adalah dua elemen yang tidak boleh dipisahkan dalam memastikan kesempurnaan dan kelangsungan kehidupan. Oleh karena itu, menolong dan ditolongi merupakan fitrah semula jadi yang ada dalam diri setiap manusia (Rosalia,2011). Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial, dalam kehdupannya membutuhkan bantuan orang lain. Didorong oleh adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sendiri dan dibantu oleh akal pikiran yang dimilikinya, manusia membentuk kelompok – kelompok sosial. Mereka merasakan banyak manfaat serta keuntungan dari kerjasama dalam kelompok. Pengalaman hidup dalam kelompok itu kemudian menumbuhkan berbagai kepentingan kelompok (Rochmadi, 2012).
Menolong orang yang membutuhkan merupakan ajaran yang diajarkankan disetiap agama. Tolong-menolong sendiri banyak bentuknya, seperti dalam bentuk bantuan dana atau bahan pokok.  Seperti contohnya zakat dalam islam yang ditujukan untuk menolong orang yang kurang mampu. Dengan menolong orang maka beban dari orang yang ditolong akan lebih ringan, dan dengan menolong pula masalah kemiskinan di Indonesia dapat diatasi (Jamaluddin, 2014). Masyarakat umumnya dalam kegiatan membangun desa mereka melibatkan kegiatan gotong royong. Namun sekarang gotong royong kurang eksis karena tingginya tingkat egois masyarakat sekarang. Gotong royong atau tolong menolong antara anggota masyarakat merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama yang didasarkan pada solidaritas sosial. Hal ini tercermin dalam kegiatan yang dilaksanakan secara bersama oleh seluruh anggota masyarakat seperti halnya dalam kegiatan kekeluargaan ataupun kegiatan pertanian (Yunus, 2013).
4.2.4        Bergaul Dengan Baik
Menjalin hubungan antar individu memerlukan etika atau sopan santun agar tidak menimbulkan miss komunikasi antar individu tersebut. Hal tersebut sesuai dengan Dardiri (2005) yang mengatakan bahwa dalam pergaulan antar manusia selalu diperlukan etika atau sopan santun dalam bergaul. Karena manusia selalu ingin dihargai dan menghargai orang lain. Dari rasa ingin menghargai orang lain inilah, seseorang berupaya bersikap dan berperilaku sopan. Era modern yang berjalan saat ini memudahkan kita dalam proses komunikasi dimanapun kita berada. Cepatnya laju perkembangan teknologi informasi menjadikan pergaulan di masa sekarang semakin luas. Kondisi ini tentunya menuntut pengetahuan yang lebih banyak tentang etika bergaul dengan masyarakat. Karena perbedaan daerah mempunyai nilai dan norma yang berbeda sehingga etika bergaulnya pun berbeda (Aryanti, 2012).
Pergaulan remaja masa sekarang sudah masuk dalam tahapan tidak wajar, karena mereka menganggap bahwa hubungan seksual antara lelaki dan perempuan adalah hal yang normal meskipun belum menikah. Kurangnya pengetahuan tentang hubungan seks yang diterima remaja dari orang tua dan institusi, sehingga para remaja mengetahui dari teman, media lalu para remaja menilai, memaknai dan menyimpulkan sendiri tentang hubungan seks. Karena salah mengartikan sehingga pada akhirnya para remaja mengambil keputusan untuk melakukan hubungan seks (Abdillah, 2014). Dengan adanya pendidikan agama, mental atau jiwa diharapkan bahwa kita mendapatkan ketenangan. Segala kejahatan akan terkontrol sehingga akan muncul perilaku yang baik. Karena bagaimanapun agama merupakan bibit terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadianya. Selain itu, pendidikan yang ditekankan pada tujuan untuk mencerdaskan bangsa serta menjunjung tinggi derajat dan martabat  manusia dan bangsa (Anirah, 2013).
4.3    Pemimpin yang Suka Tolong enolong
4.3.1        Saling Menolong Dalam Kebaikan Dan Taqwa
Kebaikan manusia terletak dari ketenangan dalam pemikiran yang akan menjadikan manusia dapat mengendalikan hawa nafsu dan menghilangkan kesombongan, kerakusan, serta kedengkian Segala bentuk tindakan manusia mengacu pada pandangannya tentang baik dan buruk ( Enoh 2006). Nilai kebaikan dan keburukan senantiasa akan menjadi sumber rujukan dalam melakukan berbagai tindakan hidupnya.. Menurut Fahrudin dan Munawar (2012), diperlukan pendidikan tasawuf yaitu suatu ilmu yang mempelajari hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan larangan-Nya menuju kepada perintah-Nya.
Kalimat taqwa secara etimologi adalah menjauhkan diri dari kemudharatan atau menolaknya di dalam taqwa terkandung pengertian pengendalian diri oleh manusia akan dorongan emosinya dan penguasaan terhadap kecenderungan liawa nafsunya (Irsyadunnas 2005). Menurut suharyadi (2005), ketaqwaan dari seseorang dapat membuka membuka dan memudahkan datangnyabermacam berkah dan kesejahteraan, lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa kehancuran suatu negeri akan datang apabila penduduknya berlaku zalim dan tidak peduli pada upaya-upaya konstruktif.
4.3.2        Jangan Menolong Dalam Kejahatan
Menurut Fadri (2010), kejahatan adalah perilaku jahat yang perilaku tersebut  menurut norma yang berlaku di masyarakat tidak baik, perbuatan tersebut dilarang untuk dilakukan namun pada kenyataannya masih ada sebagian orang yang melakukan. Upaya yang dilakukan untuk mencegah tindak kejahatan seringkali dengan menghilangkan jumlah pelanggar, namun hal itu dinilai kkurang efektif (Dermawan 2011). Pemerintah seyogyanya melakukan pendekatan serta penjelasan kepada masyarakat bahwa tindak kejahatan hanya akan merugikan dirinya sendiri.
Manusia adalah tempatnya dosa, sehingga wajar apabila manusia membuat dosa. Namun sebagai manusia tidak boleh larut dalam perbuatan dosa dan melupakan tugasnya sebagai hamba Allah. Manusia harus bertaubat kepada Allah agar dosa yang telah dilakukan dapat diampuni (Huda, 2009). Dosa-dosa manusia masih bisa dampuni selama dia masih mau bertaubat dan manusia masih diberi kesempatan bertaubat sampai akhir hayatnya, namun ada satu dosa yang yidak bisa diampuni yaitu syirik atau mempersekutukan Allah (Dzahabi 2007). Selama kita mau untuk berusaha menentang godaan setan dan memperkuat iman kita maka bukan tidak mungkin kita bisa terhindar dari perbuatan yang tidak dikehendaki oleh sang pencipta.
4.2.1        Menolong Umat Agar Masyarakat Menjadi Beriman
Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang warganya telah menjalankan ajaran agamanya dengan benar serta aturan yang terciptapun sesuai dengan aturan agama. Masyarakat yang dibangun oleh Rosululloh adalah cerminan dari masyarakat ideal (Khosasih, 2014). Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi mempunyai dampak positif dan negatif dalam masyarakat. Mudahnya dalam mengakses informasi malah membuat moral masyarakat menurun, hal itu membuat nilai halal dan haram serta baik dan burk menjadi kabur (Anwar, 2012).
Menurut Ishak (2006), orang islam yang berakal haruslah beriman, karena iman merupakan senjata orang islam dalam memerangi musuh Allah, yaitu  setan. Dengan iman, ilmu, dan ikhsan (perbuatan baik) maka akan tumbuh ketaqwaan serta kesadaran bahwa manusia adalah makhluk yang sangat membutuhkan Tuhan, yamg akan membuat perilaku manusia menjadi baik. Menurut Purwanto (2011), Dienul islam diibaratkan sebatang pohon yang baik, iman diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam. Ilmu diidentikkan dengan batang pohon yang mengeluarkan dahan-dahan/cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan amal ibarat buah dari pohon itu yang identik dengan teknologi dan seni.
4.3.3        Menolong Agar Beramal Sholeh
Amal shaleh terdiri dua kata yaitu amal dan shaleh. Rangkaian kata ini sering kita temuidalam berbagai literatur yang berkaitan dengan agama. Pengertian amal itu sendiri adalah penggunaan segala daya untuk menghasilkan sesuatu.Sedangkan kata shaleh bermakna segala sesuatu yang bersifat baik, menguntungkan dan berguna (Hasyim, 2015).  Amalan yang wajib dikerjakan oleh umat islam biasa disebut rukun islam yaitu, syahadat, sholat, zakat, puasa,dan haji (bila mampu) (Jamaluddin, 2011).
Amalan lain yang dapat dikerjakan dan memperoleh banyak pahala karena mengerjakannya adalah menyantuni anak yatim. Nabi muhammad selalu menyantuni anak yatim dan senantiasa menyayangi mereka (Ishak, 2011). Menyedekahi kaum miskin juga amalan yang baik utuk dilakuka, karena itu merupakan salah satu bentuk kebaikan terhadap sesama. Dengan menyedekahi kaum miskin, maka masala-masalah yang ditimbulkan akibat kemiskinan seperti kebodohan dan penyakit dapat diatasi (Lyndon, 2011).





















V.  MORAL SEORANG PEMIMPIN YANG ISLAMI

5.1    Nilai Ketuhanan (Tauhid)
Menurut Hamim (2014), organisasi yang baik adalah organisasi yang didalamnya pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah. Didalam agama islam sendiri Rasul telah mencontohkan sebuah organisasi yang berhasil dan dekat dengan sang pencipt yaitu Allah. Pasal 28I UUD 1945 menegaskan kebebasan beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Ketentuan-ketentuan ini menunjukkan konstitusi telah menjamin kebebasan beragama sebagai prinsip yang sah. Hal ini mengimplikasikan suatu afirmasi nyata bahwa negara dalam kondisi apa pun, tidak boleh mengurangi hak kebebasan beragama sebagai hak intrinsik setiap warga negara (Mahfud,2009)

Hilangnya ethos kepemimpinan karena Reformasi adalah puncak tampilnya pemimpin  yang ternayata gagal menuntaskan reformasi. Kebebasan berdemokrasi nyaris tanpa batas,  sampai mengabaikan nilai-nilai etika. Yudi ( 2010) mengatakan faktor eksternal adalah informasi dan intervensi.  Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membuat arus informasi  begitu deras. Nyaris tak ada lagi filter untuk memilih dan memilah Tuhan mewajibkan akan adanya kebebasan manusia. Dikatakan oleh Arifin (2014). HIdup manusia ditentukan manusia sendiri, akan tetapi kebebasan manusia juga dibatasi oleh hukum alam atau sunnah Allah dan manusia tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan kelak. Apabila seseorang mengucap Laa Ilaaha Illallah maka seluruh bentuk peribadatannya hanya ditujukam untuk Allah semata. Maknana kata tersebut juga merupakan pengingkaran terhadap satiap bentuk peribadatan  yang ditujukan kepada selain Allah (Salih, 2014).
5.2    Nilai Kekeluargaan (Pernikahan)
Menurut Ash-Shahibi (2009) Nikah bagi Islam adalah akad yang harus dilangsungkan dan perjanjian yang suci, keharusan masyarakat, penenang jiwa dan jalan untuk mendapatkan kasih  sayang  antara laki-laki dan perempuan, yang bisa menghilangkan kerisauan  hati  dan  pikiran,  dimana  jiwa  tidak  akan  merasa  tenang  tanpanya. Disamping  itu,  nikah  juga  adalah  ibadah  yang  akan  menyempurnakan sebagian agamanya dimana dia akan menemui Tuhannya dengan sebaik-baik keadaan dirinya, maka bertaqwalah kepada Allah swt . Sedangkan Menurut  istilah  syari‟at,  nikah  berarti  akad  antara  pihak  lakilaki dan wali perempuan yang karenanya hubungan badan menjadi halal. Jadi,  hubungan  badan  itu  tidak  boleh  dilakukan  hanya  dengan  izin semata (Ayyub,2012).
Hakikat  dari pernikahan  merupakan  suatu  perjanjian saling  mengikat  antara  laki-laki  dan perempuan  dengan  suka  rela  untuk mewujudkan  kebahagiaan  dalam  rumah tangga (Ramulyo,2006). Ikatan yang dijalin tidak mengalahkan ikatan manusia dengan penciptanya yaitu Allah SWT. Justru dengan adanya pernikahan diharapkan bertambahnya iman dan ketakwaan seseorang kepada-Nya. Dalam  Undang-Undang  Perkawinan mendefinisikan pada Pasal 1 Ayat (1) bahwa, “Perkawinan  adalah  ikatan  lahir  batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah  tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Seftriyana, 2015). Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa ikatan pernikahan juga didasarkan pada ketuhanan Yang Maha Esa, maka bukan brarti ikatan yang dijalin bersama pasangan mengalahkan ikatan dengan Allah SWT. Dengan ikatan pernikahan justru diharapkan bertambahnya iman dan taqwa seseorang kepada sang pencipta yaitu Allah SWT. Adapun rukun-rukun nikah yang harus ada itu lima yaitu: sighot (ijab Kabul), calon istri, calon suami, wali dan dua orang saksi sebagaimana pasal 14 Kompilasi Hukum Islam telah terpenuhi dalam perkawinan (Wahyuning, 2013).
5.3    Nilai Kemanusiaan (Hayati)
Kedudukan  manusia adalah sama, persamaan  sebagai makhluk  Allah dengan segala  hak dan  kewajibannya (Sudrajat, 2010). Sehubungan dengan pernyataan tersebut manusia mempunyai posisi yang sama dengan manusia lainnya dipandangan Allah. Pembeda diantara manusia satu dengan yg lainnya adalah kualitas keimanan dan ketaqwaannya. Dalam kancah pergaulan global, kekhawatiran yang muncul adalah hancurnya nilai kemanusiaan serta hilangnya jatidiri bangsa, yang akan menghancurkan kehidupan bangsa Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah seperti tidak menemui titik temu yang ideal, maka peran dari seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan agar terwujud keberhasilan bersama (Sulistyarini, 2011).
Sinergi diantara keduanya akan menciptakan bangsa yang mandiri serta tidak bergantung dengan negara lain, penanaman nilai pancasila tidak hanya dalam kehidupan negara tetapi juga dalam kehidupan sehari- hari (Izati, 2012). Pendidikan pancasila perlu diterapkan agar nasionalisme serta jatidiri bangsa tidak hilang. Dengan diterapkannya pendidikan pancasila maka bangsa Indonesia akan menemui titik terng yang akan mengantarkan bangsa Indonesia pada kesejahteraan hidup. Karena nilai-nilai pancasila sangat relevan apabila ditanamkan dalam kehidupan berbangsa. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila merupakan buah pemikiran dari pendiri bangsa, maka sudah sesuia dengan karakter dan budaya bngsa (Hamlan, 2012).
5.4    Keadilan
Keadilan menjadi syarat mutlak dalam hubungan antar manusia, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keadilan dapat dilihat dari berbagai sudut. Pada tingkatan moral, keadilan menjadi nilai yang sangat dijunjung tinggi oleh segenap lapisan masyarakat. Pada tingkat operasional di dalam masyarakat masalahnya menjadi sangat kompleks dan sulit serta sering tidak mudah diterima oleh berbagai kalangan masyarakat (Faturochman, 2009). Apabila keadilan sudah ditanamkan maka akan terwjud kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat.karena keadilan akan menyingkirkan kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat (Ancok, 2011).
Keadilan hukum di Idonesia seringkali dimanipulasi sehingga hakim sulit untuk membedakan mana yang benar dan yang salah, bahkan dalam beberapa kasus hakim dapat di ajak berkompromi agar mau mengubah hasil putusan (Dwisvimiar, 2011). Perlu adanya tindakan yang tegas agar terlahirnya keadilan hukum di negara kita ini. Untuk masyarakat muslim keadilan dalam kehidupan bermasyarakat dapat dilakukan dengan cara berzakat, dengan berzakat maka akan tercipta keadilan sosial karena beban orang yang dizakati akan berkurang. Keadilan akan menciptakan hubugan harmonis dalam bermasyarakat sehingga akan teripta masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhannya (Sutikno, 2015).
5.5  Amanah
        Amanah terhadap manusia mengandung arti bahwa manusia harus menjaga dan menunaikan amanat yang dipikulkan orang lain kepadanya, baik amanat tersebut bersifat material seperti harta benda atau non material seperti menyimpan rahasia. Amanah terhadap diri sendiri mengandung artian bahwa manusia harus memilih hal-hal yang bermanfaat terhadap anggota badannya dengan menjaga kesehatan dan kebersihannya agar maksimal dalam menjalankan perintah Tuhan (Rohman, 2011). Ajaran Islam memandang kepemimpinan sebagai tugas (amanah), ujian, tanggung jawab dari Tuhan, yang pelaksanaannya tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada para anggota yang dipimpin, tetapi juga kepada Allah SWT.
Perbuatan manusia pada ahirnya nanti akan dimintai pertanggungjawabannya, begitu pula seorang pemimpin. Pertanggungjawaban kepemimpinan dalam Islam tidak hanya bersifat horisontal-formal kepada sesama manusia, tetapi juga bersifat vertikal-moral, yaitu kepada Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat (Budiharto, 2014). Ada beberapa Variabel dalam amanah, yaitu ketetapan waktu dalam mengemban tugas, serta loyalitas terhadap pekerjaanya. Seorang dapat disebut amanah apabila dia lebih mengutamakan pekerjaan dan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadinya (Ceha dkk, 2012). Bekerja dalam konteks islam sama halnya mencari rezeki di jalan Allah. Etos kerja islami mengutamakan kepatuhan dalam mengemban amanah dan antusias dalam bekerja (Jaya, 2011).




VI.  SIKAP PROFESIONAL SEORANG PEMIMPIN

6.1    Bekerja Sesuai Profesinya
Yuwono (2011), Profesi adalah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab, dengan tujuan memperoleh penghasilan. Menurut Kurniawan (2005), profesional merupakan suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Dari pendapat tersebut maka dapat diartikan bahwa profesional adalah seseorang yang melakukan pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan dan keterampilan khusus dibidang pekerjaannya. Yusoff (2013) mengatakan, Seorang pekerja muslim harus mengguna-kan kemampuan akal fikirannya (kecerdasan-nya), profesionalitas didalam mengelola sumber daya. Oleh karena faktor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan proses produksi sifatnya tidak terbatas, manusia perlu berusaha mengoptimalkan kemampuan yang telah Allah berikan. Tampubolon (2007) berpendapat bahwa golongan profesional mempunyai kepakaran pada peringkat  ijazah tinggi  dan mendapat  latihan-latihan yang berkaitan tingkah laku manusia, strategi -strategi dalam menolong dan pengalaman-pengalaman klinikal dalam membantu individu, kumpulan atau keluarga.
6.2    Bekerja dengan Ilmu

Pendidikan mau tidak mau selalu ditempatkan sebagai pusat kader dalam level-level yang  berjenjang.  Pendidikan  dipandang  sebagai  pencetak  manusia-manusia berkarakter tidak lain adalah bertujuan untuk mengisi ruang kepemimpinan nasional. Sebuah bangsa dan negara tidak akan maju tanpa ditopang oleh seorang pemimpin yang berkarakter. Seorang pemimpin yang mempunyai tingkat kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan  emosional  (EQ)  dan  kecerdasan  spiritual  (SQ)  yang  memadai ditunjukkan dengan karakter-karakter yang terintegrasi dalam praktek memimpin (Lorg, 2007). Tempo  (01/02/2011) menulis opini tentang  pentingnya sistem pendidikan yang menghasilkan manusia sekarang ini. Para pakar pendidikan lebih awal memberi peringatan perlunya pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
Annisa (2012) menyatakan bahwa tujuan membaca secara umum ada tiga, yaitu untuk mendapatkan informasi, untuk pemahaman, dan untuk hiburan. Purwanto (2009) menyatakan bahwa, pada prinsipnya pendidikan merupakan kawah penggemblengan manusia-manusia unggul, tempat penggodokan manusia-manusia bermental dan berwatak tangguh, cerdas, berbudi luhur dan terampil. Karena fungsi pendidikan sendiri sebenarnya adalah upaya mendayagunakan dan mengolah potensi intelektualitas  (head), spiritualitas  (heart)  dan profesionalitas  (hand).
6.3    Bagus dalam Bekerjasama
Manusia adalah makhluk sosial yang saling perlu dan memerlukan antara satu sama lain. Sejak dilahirkan sehingga akhir hayat, memberi dan menerima pertolongan merupakan dua amalan yang biasa bagi seorang manusia yang normal. Semasa masih bayi lagi, seseorang memerlukan pertolongan daripada orang sekeliling untuk menerus dan memenuhi kehendak-kehendak asas seperti makan, minum dan seumpamanya (Rosila, 2009). Dari penjelasan tersebut, manusia tidak mungkin hidupsendiri dan pasti membutuhkan orang lain. Maka dibutuhkan kerja sama atar individu untuk saling menolong dalam melengkapi kebutuhan masing-masing. Menurut  Muin (2006) kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Edisi Tiga:2007) “Kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah dan sebagainya) untuk  mencapai tujuan bersama”.Dalam pandangan Islam silaturahmi adalah menyebarkan rahmat kepada seluruh alam semesta, Interaksi manusia dengan sesamanya harus didasari keyakinan bahwa, semua manusia adalah bersaudara, dan bahwa anggota masyarakat muslim juga saling bersaudara. Ukhuwah mengandung arti persamaan dan keserasian dalam banyak hal. Karenanya persamaan dalam keturunan mengakibatkan persaudaraan, dan persamaan dalam sifat-sifat juga membuahkan persaudaraan (Maksum, 2013). Hal yang telah dikemukakan tersebut menggambarkan kerja sama yang dilakukan antara pemimpin dan rakyatnya sangatlah halus dan tepat sasaran.
6.4    Menghargai Waktu
Kristanto (2009) mengatakan bahwa disiplin dalam menggunakan waktu maksudnya, bisa menggunakan dan membagi waktu dengan baik karena waktu sangat berharga dan salah satu kunci kesuksesan adalah dapat menggunakan waktu dengan baik. Hal tersebut dapat diartikan juga dengan menghargai waktu yang ada. Reza (2010), dalam penelitiannya mendapatkan hasil analisis yang menunjukkan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dan disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Disiplin waktu menentukan kualitas kerja dalam prioritas pelayanan kesehatan. Hal ini akan menjadi masalah jika penggunaaan waktu yang kurang tepat tentunya pelayanan akan tertunda dan mencerminkan tenaga kesehatan belum semaksimal mungkin membantu dalam proses penyembuhan klien bahkan sebaliknya dapat menjadi masalah bagi kita sebagai profesi kesehatan dimata masyarakat (Kasim, Robot, dan Hamel, 2013). Contoh nyata yang ada adalah disiplin waktu yang ditunjukkan oleh Warga Negara Indonesia dalam membayar pajak. Karena selama periode waktu 2005-2010 prosentase penerimaan pajak berada pada kisaran angka sekitar 70%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar penerimaan negara dapat ditopang dari penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak (Mukhlis, dan Simanjutak , 2012).
6.5    Bekerja dengan Sungguh-Sungguh
Bekerja keras adalah upaya sungguh-sungguh dengan mencurahkan segala kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Sedangkan disiplin merupakan upaya menempatkan seluruh potensi dan peluang yang ada dengan tepat. Namun, tidak jarang ditemukan antara bekerja keras dengan disiplin itu tidak beriringan. Ketimpangan antara kerja keras dengan disiplin itu mengakibatkan ketidakseimbangan antara proses yang dilakukan dengan hasil yang didapatkan ( Al-Asyhar, 2005). Seorang pekerja muslim harus menggunakan kemampuan akal fikirannya (kecerdasannya), profesionalitas didalam mengelola sumber daya. Oleh karena faktor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan proses produksi sifatnya tidak terbatas, manusia perlu berusaha mengoptimalkan kemampuan yang telah Allah berikan (Hakim, 2011).
Rivai, (2009) berpendapat bahwa pemimpin yang baik akan mensgkomunikasikan energinya, antusiasmenya, ambisinya, kesabarannya, kesukaannya, dan arahannya. Terdapat beberapa ciri yang dimiliki pemimpin yang baik, yaitu meliputi kejujuran dan integritas, menggerakkan, memiliki gairah memimpin, percaya diri, intelegensi, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Jubaedah, (2009) berpendapat bahwa peserta didik harus bersungguh-sungguh di dalam melaksanakan praktik kerja industri, karena program pembelajaran berbasis industri dapat memberikan pengalaman belajar di dalam mengembangkan kompetensi kerja sesuai tuntutan dunia usaha dan industri. Kesungguhan tersebut dapat ditunjukkan melalui sikap dalam bekerja, disiplin dan adaptasi dalam lingkungan dunia kerja tempat praktik kerja industri.
6.6    Bekerja Sebagai Amanah
Amanah secara definisi adalah titipan berharga yang dipercayakan kepada kita, atau aset penting yang dipasrahkan kepada kita. Konskuensinya, sebagai penerima amanah, kita terikat secara moral untuk melaksanakan amanah itu dengan baik dan benar (Supriadi, 2008). Kasus tidak setianya pemimpin atas janji-janji yangmereka ucapkan baik ketika kampanye, berjanji dan saat sumpah jabatan. Perilaku pemimpin yang menunjukkan ketidak konsistenan antara ucapan dan tindakan memicu tuduhan berbuat kebohongan oleh sebagian pihak seperti para tokoh  terhadap  presiden (Purwanto, 2009). Dalam sebuah hadits disebutkan: Ibnuu Umar ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah SA W. bersabda: Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.
Seorang pelayan adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawabanatas yang dipimpinnya. Dan setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”(Muttafaq ‘alaih) (Dhofir, 2005). Wong dan Davey (2007) menyatakan bahwa salah satu profil servant leader adalah melihat dirinya sendiri sebagai  servant. Salah satu sifat  servant  adalah cultivating stewardship, artinya  servant leadermempercayai bahwa dirinya bertanggungjawab kepada Tuhan dan orang lain atas apa yang dia lakukan. Gagasan keyakinan tersebut sama dengan dalam Islam. Islam mempercayai bahwa menjadi pemimpin diartikan sebagai mendapatkan amanah.
6.7    Bekerja Sebagai Ibadah
Sebagai seorang muslim bekerja sama artinya dengan mengaktualisasikan keberadaan hidayah Allah yang telah diberikan kepada manusia. Aktivitas bekerja yang dijalankan seorang pekerja muslim terikat dengan motivasi atau keyakinan positif, hal tersebut semata mata untuk mendapatkan ridho Allah Swt, sehingga dengan motivasi ridho Allah Swt semata tersebut maka prinsip kejujuran, amanah, kebersamaan dijunjung tinggi. Prinsip-prinsip tersebut menolak prinsip individualis (mementingkan diri sendiri), curang, khianat yang sering dipakai oleh pengusaha yang tidak memiliki motivasi atau keyakinan positif (Saeed, 2011).
Husein (2004) dalam jurnalnya mengatakan bahwa, Pandangan Islam memberikan suatu kewajiban moral bagi setiap warga masyarakat muslim untuk berusaha semaksimal mungkin melaksanakan semua syari’ah (aturan) Islam di segala aspek kehidupan, termasuk dalam pencaharian kehidupan (ekonomi) dan lebih khusus pada urusan etika kerja. Berproduksi bukan semata-mata karena profit ekonomis yang diperolehnya, tetapi juga seberapa penting manfaat ke-untungan tersebut atau kemaslahatan masya-rakat. Sebagaimana firman Allah dalam surat al Ma’arij ayat 24-25 : “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu”. (24) “Bagi orang miskin yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. Sehingga pemilik dan manajer perusahaan Islami juga menjadikan obyek utama proses produksi sebagai “memperbesar sedekah” (Al Mushlih, 2006). Sekarang ini, sejalan dengan perkembangan sistem persekolahan, maka profesi guru juga telah dan terus mengalami perubahan mengikuti tuntutan perubahan tersebut (Sanaky, 2005).
6.8    Bekerja dengan Mutu / Kualitas
Mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku serta tercapainyatujuan yang diharapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi dimana hasil dari produk sesuai dengan kebutuhan pelangg an, standar yang berlaku dan tercapainya tujuan (Rachmawati, 2009). Sedangkan menurut  Mulianto ( 2006), Mutu adalah karakteristik barang atau jasa untuk kepuasan pelanggan. Di sini istilah “mutu” diterapkan secara luas, yaitu mutu pekerjaan, mutu pelayanan, mutu informasi, mutu proses,mutu divisi, mutu orang (kayawan), mutu system, mutu perusahaan, serta mutu tujuan.
Srihani (2006) menerangkan bahwa usaha untuk terus meningkatkan mutu pendidikan tidak pernah berhenti dilakukan, dan berbagai terobosan baru terus diperkenalkan dan dilakukan oleh pemerintah melalui Depdiknas antara lain dalam bidang pengelolaan sekolah, peningkatan sumber daya tenaga kependidikan, pengembangan materi ajar dan sebagainya. Depdiknas (2008) menyatakan ada sembilan dimensi mutu program studi sarjana yaitu : (1) kelayakan (appropriateness); (2) kecukupan (adequacy); (3) relevansi (relevancy); (4) suasana akademik (academic atmosphere); (5) efisiensi (efficiency); (6) keberlanjutan (sustainability); (7) selektivitas (selectivity); (8) produktivitas (productivity), dan (9) efektivitas (effectiveness).

 KESIMPULAN

1.        Hijrahnya Rasul menjadi sejarah besar dalam kehidupan manusia yang menggambarkan kepemimpinannya dalam merubah peradaban menjadi masyarakat madani.
2.        Para sahabat Rasul ikut ambil peran dalam terwujudnya masyarakat madani.
3.        Karakter pemimpin yang baik adalah karakter pemimpin Islam yaitu jujur, komunikatif, kompeten, musyawarah, inspiratif, rendah hati, dan sabar.
4.        Pemimpin yang dekat dengan Tuhan pasti memiliki tujuan hidup yang jelas dan memiliki kemampuan memadahi sebagai  khalifah di muka bumi.
5.        Cara untuk menjadi efisien dapat dilakukan dengan dakwah, membaca, suka membantu dan suka bergaul.
6.        Tolong-menolong sesama manusia merupakan anjuran setiap agama.
7.        Manusia yang terikat dengan Tuhan akan memiliki rasa kebebasan dari ikatan manusia lain.
8.        Pemimpin yang adil akan menempatkan sesuatu pada tempatnya, sehingga tidak berdusta atau mengemban jabatan sebagai amanah dengan kejujurannya.
9.        Pemimpin harus memiliki keahlian sebagai pemimpin yaitu mengatur orang lain, dan seseorang yang bekerja untuk suatu kepemimpinan juga harus memiliki keahlian pada bidangnya.
10.    Profesionalisme pemimpin  sangat menentukan masa depan dari organisasi yang ia pimpin.

 
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah,F.A.,2014.” Makna Hubungan Seks Bagi Remaja Yang Belum Menikah Di Kota Surabaya”.Jurnal Sosial dan Politik.DepartemenSosiologi, FISIP, Universitas Airlangga.

Abdullah, srimulati. 2007. "Penerimaan diri dari kebermaknaan cacat fisik". Jurnal psikologi, vol. 4, no. 1.

Al Mushlih, Abdullah . 2006. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Darul Haq: Jakarta

Al Mushlih, Abdullah. 2004. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Darul Haq: Jakarta

Al-Asyhar, Thobieb. 2005. Sufi Funky. Gema Insani Press. Jakarta.

Ali muddin. 2007. "Konsep Dakwah dalam Islam". Jurnal hunafa. Jurusan Dakwah STAIN Patokarama: Palu, Vol. 4, no. 1.

Al-mandudi. 2005. "Meningkatkan kualitas dalam kepemimpinan islam". Jurnal usuludin, Vol. 37, no. 1: 1-32.

Ancok, D. 2011. ”Dinamika Psikologis Penilaian Keadilan”. Jurnal Psikologi. Vol.1, No. 1: 13-27.

Anggriyani. 2012. "Fakta Penentu pendidikan berkarakter mahasiswa unimid". Jurnal mediasi, vol. 4, no. 1.

Anirah, Andi.2013.”Pendidikan Islam Dan Etika Pergaulan Usia Remaja” .Jurnal Istiqra.Vol. 1, No. 2.

Annisa, Witri. 2012. “Model Pembelajaran Membaca Permulaan Berbasis Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Keaksaraan di Kabupaten Subang”. Pakar Pendidikan. Vol. 10 No. 2 Juli 2012 (179-193). Bandung.

Ariffudin. 2009.”Aqidah Islam Menurut Hassan Al Banna”.Skripsi.Fakultas Ushuludin. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.Yogyakarta

Arifin, Jainun. 2014. “Konsep Kehendak Manusia Dalam Pemikiran Studi Komparatif”. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga : Yogyakarta.


Aryanti.,2012.”Pengaruh Komunikasi Dalam Keluarga Dan Kelompok Pergaulan Terhadap Literasi Informasi, Media Danteknologi Pada Remaja Di Bandar Lampung”.Jurna l Komunikasi.FISIP Unila.
Ash-Shahibi, Abu Abdurrahman. 2009. Petunjuk Praktis Dan Fatwa Pernikahan. Najla Press: Jakarta, hlm 26.

Ayuningtyas, Respati, Nasir Widha Setyanto, Remba Yanuar Efranto.2014.”Analisis Peningkatan Produktivitas Dan Efisiensi Kerja Dengan Penerapan Kaizen”.Jurnal Manajemen. Jurusan Teknik Industri, Universitas Brawijaya.

Ayyub, Syaikh Hasan. 2001. Fikih Keluarga, Pustaka Al-Kautsar: Jakarta, hlm 3.

Bachtiar, M.Anis.,2013.”Model Alternatif Komunikasi Islam Kontemporer”. Jurnal Komunikasi Islam.Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel.

Bay, kayzal. 2011. Pengertian Ulil Amri dalam Al-Qur'an dan Implementasi dalam masyarakat muslim". Jurnal usuludin, Fakultas Usluhudin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta, vol. 17, no. 1.

Budiharto, N.S. 2014.”Konstruk Teoritis dan Pengukuran Kepemimpinan Profetik”. Jurnal Psikologi.Vol.33, No.2: 133-146.

Casmini. 2007. Emotional Parenting. Pilar Media. Yogyakarta.

Ceha, Rahmat. 2012. ”Pemetaan Kinerja Relatif Kepemimpinan”. Jurnal Mimbar.

Dardiri, Achmad .2005.”Etika Pergaulan Remaja”.Jurnal Dakwah Dan Komunikasi. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003.  Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3.Jakarta: Balai Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. “Akreditasi Program Studi Sarjana”. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.

Dhofir, Muhil dan Dhofir, Farid. 2005. Syarah & Terjemah Riyadhus Shalihin. Jakarta: AlI’tishom.Reza RA, 2010.  Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT sinar santosa perkasa banjar negara. Eprints.undi.ac.id.skripsi.pdf.

Diana, ida. 2013. "Peranan Polres Bantul Mewujudkan Warga Negara yang Baik Melalui Rembug Kampung di Kecamatan Kakan". Prodi PPKN FKIP Univ. Ahmad Dahlan: Yogyakarta.

Dwisvimiar, I. 2015. ”Keadilan Dalam Filsafat Ilmu Hukum”. Jurnal Dinamika Hukum. Vol.11, No.3: 1-10.

Fakhruroji.,2010.” Peluang Dan Ancaman Media Global AtasDakwah Islam”. Jurnal Dakwah Dan Komunikasi.Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto.

Fandika, Melania. 2013. "Pengaruh Keterlibatan Siswa dalam Organisasi Ekstra Kulikuler Terhadap Budi Pekerti Siswa SMA Unggri 15 Banda Lampung". Jurnal Penelitian Pendidikan, vol. 3, no. 2.

Faturochman. 2009. ”Tinjauan Psikologi Keadilan Sosial”. Jurnal Psikologi. Vol.1, No.1: 13-27.

Ghozali, Iman. 2015. "Pengaruh Religiolitas Terhadap Komitmen Organisasi, Keterlibatan Kerja dan Produktivitas". Jurnal Bisnis Strategi, Fakultas Ekonomi.

Hakim, Lukman. 2011.”Membangun Budaya Organisasi Unggul Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Karyawan di Era Kompetitif”. Jurnal Manajemen dan Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta: Solo, vol. 15, no.2

Hamim, Muhamad. 2014. “Konsep Kepemimpinan Dalam Perspektif Islam”. Ulul Albab, Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Volume 15, No.1.

Handayani, Idha.,2011.”Pengaruh Intelligent Quotient (IQ) Dan Kemampuan Tilikan Ruang Terhadap Kemampuan Menggambar Teknik Siswa.Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma

Hasan, Hasrizal. 2012. “Seni Memilih Pemimpin Islam”. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau, Vol. 18 No. 1.

Hasan, Hasrizal. 2012. “Seni Memilih Pemimpin Islam”. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau, Vol. 18 No. 1.

Husein, Abdullah Abdul. 2004. Ekonomi Islam, prisip Dasar, dan Tujuan. Magistra Insania Press: Jakarta.

Ibrahim, F.W. 2012.  “Pembentukan Masyarakat Madani Di Indonesia Melalui  Civic Education”. Jurnal Ilmiah Didaktika. XIII : (1).

Iskandar.,2009.” Meneguhkan Dakwah Melalui New Media”.Jurnal Komunikasi Islam.Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel

Jamaluddin, Zakiyah.,”Kemiskinan dan Keciciran dalam Pendidikan”.Jurnal Kebajikan Masyarakat.Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel

Jubaedah, Y. 2009. “Model Penilaian Keahlian Tata Busana Berbasis Standar Kompetensi Nasional di Sekolah Menengah Kejuruan”. Artikel Ilmiah. Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Kaelany. 2005. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Bumi Aksara. Jakarta.

Kasim, S., Robot, F., & Hamel, R. 2013. “Hubungan Disiplin Waktu dengan Kinerja Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Tataba Kec. Buko Kabupaten Banggai Kepulauan”. Jurnal Keperawatan. 1 : (1).

Kristanto D, 2009. hubungan pemberian reward ucapan terima kasih denga kedisiplinan waktu saat mengikuti timbang terima perawat di ruang bedah di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Http://undip.ac.id/G2B308009_file.pdf. Diakses pada tanggal 21 juli 2013.

Kumalasari, N. 2004. Evaluasi Dan Usulan Perbaikan Proses Supply Chain Management Dengan Pendekatan Lean Six Sigma, Teknik Industri ITS, Surabaya.

Kurniawan, Agung, 2005, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta: Pembaruan.

Lasa.,2009.”Peran Perpustakaan Dan Penulis Dalam Peningkatan Minat Baca Masyarakat”.Jurnal Bahasa.Vol.11,No.2.

Lestyarini, Beniati.,2014.” Pentingnya Metakognisi dalam Membaca Komprehensi Teks berbagai Bidang Studi”. Jurnal Bahasa. Fakultas Bahasa dan Sastra, UNY.

Lizawati, Ita.2014.” Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Efektivitas Organisasi Melalui Pengambilan Keputusan”.Jurnal Ilmu Manajemen. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya.Vol.2, No.2.

Lorg, J. 2007. “The Character of Leadership: Nine Qualities that Define Great Leader”, Nasvile Tennesse: B& H Publishing Group.

Mahfud, M. 2009. “KEBEBASAN BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF KONSTITUSI”. Meneguhkan Kebebasan Beragama di Indonesia, Menuntut Komitmen Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: Jakarta.

Maksum, Imam. 2013. “Silaturahmi Multikultural dalam Al-Qur’an”. AL-IFKAR, Volume 1, Nomor 01, Maret 2013: 2337 8573. Trenggalek.

Marrus. 2007. Strategi Bekerja. Erlangga. Surabaya.

Mat, Hanidah. 2012. "Kesan Kawatan Melalui Suntikan Keatas Puasa Pesalut". Jur al Riqhi Fakultas Falsafah, vol. 1, no.29:65.

Mugsith. 2013. "Studi Analisis Semiotika Komunikasi Konsep Manusia Sebagai Khalifah Fil Ardli". Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Negri Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

Muin, Idianto. 2006.  Sosiologi SMA/MA.  Jakarta: Erlangga

Mukhlis, I., & Simanjutak, T. H. 2012. “Pentingnya Kepatuhan Pajak dalam Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Masyarakat”. MAKSI. (1).

Muzakkir. 2013. “Hubungan Religiusitas Dengan Perilaku Prososial Mahasiswa Angkatan 2009/2010 Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Uin Alauddin Makassar”. Jurnal Diskursus Islam. 1 : (3).

Nur, Zunaidi. 2014. "Konsep Al-Jannah dalam Al-Qur'an". Skripsi, Fakultas Usluhudin UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

Nurita, Meta.,2014.” Hubungan Antara Kecerdasan Emosional (EQ) Dengan Kinerja Perawat Pada Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta-Selatan”. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma.

Nurmiyanto. 2006. "Perancangan Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spener". Jurnal Teknik Industri, vol. 1, no. 1.

Purwanto, Yadi. 2009. “Kepemimpinan Moralitas dan Moralitas Pemimpin Kilas Balik Tinjauan Pendidikkan Politik Pada Sistem Organisasi Intra Kampus”. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Solo.

Rahayu, D.S.,2009.”Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Baca”.Skripsi Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga.

Rakhmawati, W. 2009. “Pengawasan dan Pengendalian dalam Pelayanan Keperawatan (Supervisi, Manajemen Mutu & Resiko)”. Artikel Ilmiah. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan RSUD ’45 Kuningan, 11-16 Mei.

Ramadhani. 2012. "Pembuatan Aplikasi Sholat Berbasis Android". Jurnal Teknogi Informasi, Universitas Gunadarma Depop, vol. 4, no.1.

Ramulyo, Idris. 2004. Hukum Perkawinan, Kewarisan, Hukum Acara Pidana, Peradilan, Zakat Menurut Hukum Islam. Jakarta:Sinar Grafika.

Rivai Veithazal, Bachtiar, & Rafli Amar Boy, 2013.  Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rivai, Veithzal dan Arifin, Arviyan. 2009. Islamic Leadership Membangun Superleadership Melalui Kecerdasan Spiritual.Jakarta: Bumi Aksara.

Riyadiningsih. 2006. "Peran Kondisi Psikolog dan Karakteristik Pribadi dalam Pengembangan Kepemimpinan Efektif". Jurnal Studi Manajemen, vol. 9 : (1).

Rizal, Moh Tivian. 2014. "Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kualitas Pelajaran Pada Badan Penanaman Modal". Skripsi, FISIP Lamongan.

Rochmadi.,2012.”Menjadikan Nilai Budaya Gotong-Royongn Sebagai Common Identity dalam Kehidupan Bertetangga Negara-Negara ASEAN.Jurnal Manajemen & Kewirausahaan.Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Kristen Petra.

Rohman, F.2011.”Konsep dan Penanaman Metode  Nilai Amanah dalam Al-Quran”.Tesis.Magister Pendidikan Islam, UIN Sunan Kalijaga.

Rosalia,Nik.,2011.”Nilai dan Etika Menolong”Jurnal Budaya. Magister S2 Pendidikan Kewarganegaraan Pascasarjana UPI

Saeed, Abdullah. 2011. Bank Islam dan Bunga,Studi Kritis dan Intepretas Kontemporer tentang Riba dan Bunga, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Salih.2014.”Tauhid Sebagau Intisari Pelajaran Islam”. Jurnal Pendidikan Agama Islam.Vol.1, No.1: 36-51.

Sanaky, H. A. 2005. “Sertifikasi dan profesionalisme guru Di era reformasi pendidikan”. Jurnal Pendidikan Islam. 1 : (3).

Seftriana, Elisa, dkk. 2015. “IMPLEMENTASI UU PERKAWINAN TENTANG PERNIKAHAN USIA MUDA DI DESA PRINGOMBO TAHUN 2015”.

Srihani, S. 2006. “Analisis Dampak Akreditasi Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)”. Doctoral Dissertation. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Stapa, Zakaria. 2009. "Manusia Pembina Tamadun Perspektif Pemikiran Islam". Jurnal Hadhari, vol.1, no. 1:9.

Sudrajat, Ajat. 2010.“Pendidikan Moral Dalam Perspektif Islam”, Skripsi, Prodi Ilmu Sejarah FISE UNY: Yogyakarta.

Sulistyo, Agung Budi. 2010. "Memahami Konsep Kemanunggalan dalam Akuntansi atas Upaya Mendekantruksi Akuntansi". Jurnal Akuntansi, Universitas Jember, vol. 12, no. 4.

Supriadi, A. (2008).  Pemimpin amanah pasti bertanggungjawab. Diunduh 30 Mei 2015 dari http://www.kabar indonesia.com

Suryadi, S. 2007. “Peran Kecerdasan Spiritual dalam Menjelaskan Kecerdasan Emosional pada Odha (orang dengan hiv/aids) di Kota Malang”. Jurnal Psikologi. 11 : (1).

Sutanto, B. C. 2014. “Perancangan Kampanye Sosial Pentingnya Waktu Bersosialisasi dan Bermain Anak Usia 6–10 Tahun”. Jurnal DKV Adiwarna. 1 : (4).

Sutikno.2005.”Memaknai Perilaku Muslim dalam Bersedekah”. Jurnal Pendidikan Agama Islam.Fakultas Ekonomi, Universitas Trunojoyo.

Tampubolon, Biatna Dulber T.2007. “Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001”.Jurnal Standardisasi.VOL.9.NO.3. Hal. 100-115

Tempo(01/02/2011) Kolom Opini: Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan Kita

Umar. 2008. "Kisah Teladan Al-Qur'an dan Hadist Pilihan". Mizan Pustaka: Jakarta.
Vol.28, No.2: 229-240.

Wahyuning, Nova Sri. 2013. “Istibat Nikah Poligami dalam Perspektif Perlindungan Hak Perempuan dan Hak Anak”. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel: Surabaya.

Wong, P.T., & Davey, D. (2007). Best practice in servant leadership. Diunduh 25 Maret 2008 dari http://www.regent.edu/acad/global/publications/sl_procee-dings/2007/wong-davey.pdf
Wulan, R. 2010. ”Peranan Inteligensi, Penguasaan Kosakata, Sikap, dan Minat Terhadap Kemampuan Membaca pada Anak”.  Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. 2 : (4).

Yudi, L. 2010. “Karakter Bangsa di Tengah Globalisasi”. Makalah Diskusi Kebangsaan, Universitas Padjdjaran: Bandung.

Yusoff, Z. M., dan Abdullah, A. H. 2013. “Pemimpin menurut Pandangan Hamka: Satu Tinjauan dalam Tafsir Al-Azhar”. Jurnal Altamaddun Bil. 8 : (1).

Yuwono, Ismantoro Dwi, 2011, Memahami Berbagai Etika Profesi & Pekerjaan,Yogyakarta: Pustaka Yustisia.