Senin, 13 Maret 2017

MANAJEMEN TERNAK POTONG (KAMBING)

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
ABSTRAK..........................................................................................................................
I.              PENDAHULUAN............................................................................................
1.1  Latar Belakang.....................................................................................................
1.2  Tujuan Praktikum.................................................................................................
1.3  Materi Dan Cara Kerja.........................................................................................
II.            HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
2.1  Hasil.......................................................................................................................
2.1.1     Identitas Peternak..........................................................................................
2.1.2     Data Sekunder................................................................................................
2.1.3     Identitas Ternak..............................................................................................
2.1.4     Manajemen Pengadaan Bibt Kambing......................................................
2.1.5     Manajemen Pemberian Pakan....................................................................
2.1.6     Manajemen Perkawinan...............................................................................
2.1.7     Manajemen Perkandangan..........................................................................
2.1.8     Manajemen Pemeliharaan...........................................................................
2.1.9     Manajemen Penanganan Kesehatan........................................................
2.1.10  Manajemen Pemasaran Kambing Dan Pupuk Kandang.......................
2.2   Pembahasan.......................................................................................................
2.2.1     Manajemen Pemilihan Bibit.........................................................................
2.2.2     Manajemen Pemberian Pakan....................................................................
2.2.3     Manajemen Perkawinan...............................................................................
2.2.4     Manajemen Perkandangan..........................................................................
2.2.5     Manajemen Pemeliharaan...........................................................................
2.2.6     Manajemen Penanganan Kesehatan........................................................
KESIMPULAN.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................


ABSTRAK
Ternak kambing merupakan salah satu usaha yang cukup menjanjikan, disamping perawatannya yang cukup mudah, serta ketersediaan pakan yang bisa didapatkan dari dedaunan maupun rerumputan yang banyak terdapat di lingkungan sekitar, kambing juga mudah untuk dibudidayakan baik untuk konsumsi ataupun dari segi penjualannya.Salah satu faktor penunjang keberhasilan usaha peternakan kambing adalah dengan manajemen perkandangan yang meliputi tipe kandang, bentuk kandang, jenis kandang dan ukuran kandang yang sangat menunjang untuk menghasilkan produksi yang maksimal.
Hal yang terpenting sebelum memulai beternak kambing jawarandu adalah membuat kandang. Kandang yang baik berfungsi memudahkan peternak dalam pemeliharaan ternak, pemberian pakan dan mengontrol kesehatan ternak. Perkandangan yang tidak memenuhi kaidah dan fungsi yang sesungguhnya, cenderung akan merugikan baik terhadap ternak kambing itu sendiri, peternak dan lingkungan sekitar.
Banyak peternak yang belum memiliki pemahaman serta pengetahuan yang tepat tentang manajemen perkandangan yang baik. Hal ini tentu menjadi salah satu penghambat dalam beternak kambing karena tidak dapat mengoptimalkan hasil dari beternak kambing itu sendiri. Oleh sebab itu, pengetahuan yang komprehensif tentang perkandangan perlu diketahui oleh peternak sebagai upaya bagi peningkatan produktivitas ternak kambing yang dipelihara sekaligus mengurangi dampak negatif pecemaran lingkungan. Prinsipnya adalah kandang harus dapat membuat kambing merasa nyaman dan aman. Kondisi ini tentunya akan menjadikan kambing mampu berproduksi secara optimal. Kambing Jawa Randu merupakan ternak kambing yang banyak dipelihara oleh peternak.





1.  PENDAHULUAN
1.1      Latar Belakang
Ternak kambing memiliki potensi sebagai komponen usaha tani yang penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan beberapa etnis ternak ruminansia lain, seperti sapi dan domba. Karakter yang mampu bertahan pada kondisi marjinal, ternak ini sering menjadi pilihan utama diberbagai komunitas petani, sehingga berkembang sentra-sentra produksi kambing yang menyebar diberbagai agriekosistem. Pengelolaan ternak kambing dalam usaha tani sebagian besar masih dilakukan secara sambilan, walaupun secara finansial komoditas ini memiliki peran yang penting dalam perekonomian rumah tangga petani.
Kontribusi penting yang diperankan oleh ternak kambing tersebut diatas merupakan suatu potensi untuk mendorong semakin meningkatnya skala usaha pemeliharaan kambing sesuai dengan kapasitas daya dukung yang tersedia. Peningkatan skala usaha dan orientasi usaha kearah usaha yang komersial-intensif akan meningkatkan efisiensi produksi dan dapat memberi kontribusi pendapatan yang lebih nyata karena pasar yang tersedia, baik domestik maupun ekspor. Pola usaha diharapkan akan berubah kearah yang lebih intensif yang semakin membutuhkan inovasi teknologi untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi.
Tipologi usaha produksi kambing pada umumnya merupakan usaha penghasil daging, walaupun dalam jumlah yang sedikit merupakan tipe penghasil susu. Kelompok induk kambing merupakan unit produksi yang sangat strategis, karena berperan sebagai sumber utama pendapatan dari hasil penjualan anak yang dihasilkan. Salah satu fase yang sangatstrategis dalam siklus produksi seekor induk kambing yang secara langsung terkait dengan aspek keuntungan usaha adalah fase induk bunting dan fase laktasi/menyusui. Fase ini merupakan periode saat mana puncak produksi seekor induk berlangsung. Secara biologis maupun finansial kedua fase tersebut sangat kritis, karena menentukan banyaknya anak serta bobot daging yang akan dihasilkan dalam satu siklus produksi.


1.  2. Tujuan
Memperoleh informasi tentang manajemen pemeliharaan dan perkandangan sapi potong.

1.  3. Materi dan Cara Kerja
1.3.1    Materi

Peternakan
a.                Sapi potong Jawa Lokal
b.               Metline
c.                Pakan
d.               Timbangan pakan

2.  3. 2  Cara Kerja
a.         Pencarian data dilakukan dengan dua cara yaitu wawancaradan pengukuran
b.          Penimbangan jumlah pakan yang diberikan
c.          Pengukuran dilakukan berkaitan dengan ukuran kandang
d.          Pengukuran tempat makan dan minum
e.          Hasil pengukuran dan wawancara dicatat.












2.         HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1      Hasil
2.1.1     Identitas Peternak (Reponden)
a.    Nama : Ibu Kirtem, Bapak Kirtam. Umur                 : Ibu 50th, Bapak 60th
b.    Pendidikan                                                                  : SD
c.    Pekerjaan Utama                                                        : Petani
d.    Jumlah anggota keluarga                                         : 5 orang
e.    Alamat rumah                                                                         : Desa Tamansari
f.     Sumber pengetahuan beternak                              : Budaya
g.    Pengalaman beternak                                               : 4.5 th 5 kali beranak
h.    Tujuan beternak domba/ kambing                          : invest
i.      Nama kelompok tani ternak domba/ kambing       : Pribadi
j.      Hambatan dalam beternak dombing                      : musim kemarau
k.    Asal modal usaha                                                      : sendiri
l.      Jumlah modal awal                                                    : 900.000
m.   Anggota keluarga yang terlibat                                : 2 orang
n.    Pencurahan jam kerja (PJK) peternak dalam pemeliharaan ternak dombing :
Dekripsi
Jumlah (ekor)
PJK (jam/hr)
Jumlah tenaga kerja (orang)
Menggembalakan



Mencari hijauan
5
1
1
Memberikan hijauan
2
1
2
Memberikan konsentrat



Memandikan



Membersihkan kandang
3
3 hari sekali
2
Mengobati



Mengawinkan



Mengobati



Menjaga keamanan
5





2.1.2    Identitas Ternak
a.    Bangsa kambing yang dipelihara, Tipe : Jawa Randu
b.    Populasi ternak yang dimiliki :
Klasifikasi ternak
Kambing
ekor
STK
Campe jantan
1
0.25
Cempe betina
1
0.25
Muda jantan


Muda betina


Dewasa jantan
2
2
Dewasa betina
1
1
Jumlah
5
3.5
Keterangan : 1) umur <6bulan, 2) umur 6-12bln, 3) umur 12bln, 4)dewasa = 1 STK, muda = 0,5 STK, cempe = 0,25 STK

2.1.3    Tatalaksana Pemilihan Bibit
2.1.3.1      Pembibitan
a.    Cara pengadaan bibit / calon bibit                          : Pasar
b.    Harga bibit Betina                                                      : Rp. 1.5000.000,00
c.    Asal bibit                                                                      : Pasar
d.    Cara memilih bibit betina                                          : gemuk, sehat, yang bagus
2.1.3.2      Penggemukan
a.    Cara pengadaan bibit / calon bibit yang akan digemukan
b.    Cara memilih cempe jantan sapihan untuk digemukan
c.    Umur cempe mulai digemukan
d.    Lama penggemukan
e.    Pemeliharaan ternak yang digemukkan dipisahkan dengan ternak lain atau tidak
f.     Jelaskan cara penggemukan yang dilakukan oleh peternak
: beli dari pasar

: yang sehat

: 0 bulan
: 24 bulan
: jadi satu


: Pakan saat sore

2.2.4 Tatalaksana Perkandangan
a.    Jarak kandang dengan rumah peternak
b.    Model kandang yang dipakai
c.    Bahan – bahan bangunan kandang
d.    Model atap kandang
e.    Bahan Atap
f.     Bentuk lantai kandang
g.    Jika kandang panggung, jarak lantai kandang dengan tanah
h.    Ukuran Kandang

i.      Luas kandang
j.      Arah kandang
k.    Ukuran luas tempat pakan
l.      Luas kandang per SKT
m.   Kepadatan kandang
n.    Sistem penggunaan kandang
alasan
pemisahan jantan dan betina
tempat penyimpanan pakan
tempat penampung kotoran
biaya pembuatan kandang
Peralatan pendukung pemeliharaan dombing
: 5 meter

: panggung
: bambu, seng, terpal
: gable roof
: seng terpal
: bambu
: 0.95 m
: panjang 390 cm, lebar 295 cm, tinggi 150 cm
: 11.5050 m2
: timur
: 25,350 cm2
: 3.287 m2
: 0. 304 STK/m2
: kelompok
: sudah adat
: tidak
: tersedia diluar
: tidak ada
: Rp. 100.000,00
: ember ( tempat minum )

2.2.5 Tata Laksana Pemeliharaan
a.    Cara Perawatan induk yang bunting Peerawatan saat beranak
b.    Cara perawatan cempe yang baru lahir
: pakan adlibitum
: ternak didalam rumah
: diberi komper dan minyak kayu putih
1.2.6 Tata Laksana Perkawinan
a.    Cara perkawinan
b.    Umur Pejantan Pemacek
c.    Umur pertama kali kawin, betina
d.    Lama bunting
e.    Kapan perkawinan berikutnya
f.     Lambing / kidding
g.    Tanda kambing atau domba betina birahi menurut peternak
h.    Cara pemeriksaan kebuntingan
i.      kapan dilakukan
j.      Tanda kambing atau domba betina akan melahirkan
k.    Cara peternak membantu persalinan
l.      Litter size rata – rata
: Alami
: 5 bulan. Milik tetangga
: 8 bulan, jantan : 12 bulan
: 5 bulan.
: belum tentu
: tidak tentu
: tidak mau makan, berisik

: ambing bengkak
: saat bengkak
: tidak mau makan, perut besar

: biasa
: 2 ekor

2.2.7 Tatalaksna Pemberian Pakan 
a.    Jenis Hijauan
b.    Jumlah hijauan yang diberikan
c.    Frekuensi pemberian hijauan
d.    Asal hijauan
e.    Cara pemberian hijauan
f.     Sumber air minum
: rumput, ramban, legume, dll
: adlibitum
: 1 kali sehari
: sawah
: saat sore
: 1 ember

2.1.8 Produk dan Pemasaran
a.    Penjualan Ternak
b.    Kapan ternak dijual
c.    Alasan ternak yang dijual
d.    Dasar penentuan harga
e.    Cara menjual ternak
f.     Bagaimana penjualan pupuk
g.    Harga pupuk
h.    Pengolahan limbah ternak
i.      Penjualan pupuk kandang
: Dewasa
: tergantung bakul dan penjual
: ekonomi
: gemuk tidaknya
: bakul ke peternak
: bakul ke peternak
: Rp. 10.000,00
: tidak dilakukan
: dilakukan

2.1      Pembahasan
2.1.1     Tatalaksana Pemilihan Bibit
Bibit merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh para peternak, khususnya kambing. Hasil praktikum yang telah dilaksanakan adalah harga untuk bibit betina adalah Rp. 1.500.000 yang dibeli di pasar tradisional. Pemilihan bibit hanya didasarkan pada penampilan luar. Sumadi (2010) menyatakan bahwa persyaratan umum pemilihan bibit yaitu bibit kambing/domba yang dipilih berasal dari daerah yang bebas penyakit hewan menular dan harus melalui pemeriksaan dan pengamatan terhadap penyakit menular sesuai ketentuan (antara lain bebas Brucellosis), bibit kambing/domba harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya, bibit kambing/domba harus bebas dari cacat alat reproduksi.
Umur cempe untuk mulai digemukkan adalah saat 0 bulan selama 24 bulan. Pemeliharaan tidak dilakukan pemisahan dengan ternak yang lainnya, dengan pemberian pakan pada sore hari. Mathius (1994) menyatakan bahwa dalam beternak kambing ada beberapa asumsi yang dipakai dalam analisa usaha penggemukkan kambing potong yaitu kambing bakalan yang dipakai: 100 ekor, dengan umur kurang lebih: 6 bulan dan bobot badan: 16 kg/ekor, lama penggemukkan: 100 hari atau kurang lebih 3 bulan/satu periode. Pertambahan bobot badan harian: 100 g/hari: 0,1 kg/hari. Bobot badan kambing yang dijual sekitar 26 kg/ekor, dengan pemberian pakan konsentrat 200 g/hari/ekor dengan harga Rp 2000/kg dan hijauan 10% bobot badan dengan harga Rp 300/kg.

2.1.2     Tatalaksana Perkandangan
Hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa jarak kandang dengan rumah peternak adalah 5 meter dengan model kandang adalah panggung. Bahan bangunan terbuat dari bambu, seng, terpal. Atap kandang mempunyai model gable roof. Budiharto (2007) menyatakan bahwa kandang panggung mempunyai kelebihannya kotoran dan air kencing ternak jatuh ke tempat penampungan yang berada di kolong kandang, sehingga kebersihan kandang terjamin. Lantai kandang tidak becek sehingga kelembaban yang tinggi di dalam kandang dapat dihindari. Lantai kandang lebih kering sehingga kuman-kuman penyakit, cendawan, dan parasit dapat ditekan pertumbuhannya. Ternak dapat terhindar dari gangguan binatang buas. Aman terhadap kemungkinan banjir mendadak.
Jarak antara lantai kandang dengan tanah adalah 0,95 m. Jantan dan betina tidak dipisah serta tempat penyimpanan pakan ada di luar kandang. Sistem pemeliharaan secara intensif memerlukan pengandangan terus menerus atau tanpa penggembalaan, sistem ini dapat mengontrol dari faktor lingkungan yang tidak baik dan mengontrol aspek-aspek kebiasaan kambing yang merusak. Williamson (1993) menyatakan bahwa dalam sistem pemeliharaan ini perlu dilakukan pemisahan antara jantan dan betina, sehubungan dengan ini perlu memisahkan kambing betina muda dari umur tiga bulan sampai cukup umur untuk dikembangbiakkan, sedangkan untuk pejantan dan jantan harus dikandangkan atau ditambatkan terpisah (Devendra, 1994). Hal ini menjadikan pemeliharaan yang telah dilakukan kurang sesuai dengan semestinya.

2.1.3     Tatalaksana Pemeliharaan
Ternak tidak pernah digembalakan, tidak dicukur, tidak potong kuku dan tidak dimandikan. Hal ini dikarenakan peternak focus pada penggemukan. Tandi (2010) menyatakan bahwa padang penggembalaan dapat terdiri atas rumput-rumputan, kacang-kacangan atau campuran keduanya, dimana fungsi kacang-kacangan dalam padang penggembalaan adalah memberikan nilai makanan yang lebih baik terutama berupa protein, phosphor dan kalium. Fungsi padang penggembalaan adalah untuk menyediakan hijauan pakan bagi ternak ruminansia yang paling murah, karena hanya membutuhkan tenaga kerja sedikit serta ternak dapat memilih dan merenggut sendiri makanannya. Rumput dan legum yang ada di dalam  padang penggembalaan dapat memperbaiki kesuburan tanah. Hal ini disebabkan, rumput dan legum yang dimakan oleh ternak dikembalikan ke padang penggembalaan sebagai kotoran yang menyuburkan dan menstabilkan produktivitasnya dari tanah itu sendiri.
Pakan untuk induk bunting diberikan secara ad libitum, saat sudah mendekati kelahiran maka ternak dibawa ke rumah peternak. Cempe yang baru lahir langsung diberi kamper (kapur barus) dan minyak kayu putih. Menurut Muljana (2001), penyakit belatung disebabkan oleh luka yang berdarah dan infeksi kemudian dihinggap lalat sehingga tumbuh larva belatung. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan Gusanex dan obat anti biotik lainnya, atau bisa dilakukan dengan cara membersihkan luka kemudian obati dengan gerusan kamper/kapur barus kemudian luka ditutup dengan perban dan diulangi pada hari selanjutnya.

2.1.4     Tatalaksana Perkawinan
Perkawinan dilakukan secara alami, umur pejantan pemacek adalah 5 bulan yang diperoleh dari tetangga. Betina kawin pertamakali pada umur 8 bulan, dan jantan pada umur 12 bulan. Kambing terjadi secara tidak menentu, dengan lama bunting sekitar 5 bulan. Donkin (2004) menyatakan bahwa perkawinan pertama induk setelah melahirkan adalah 1,5 – 2 bulan. Hal ini didasarkan waktu involusi uteri (kembalinya uterus ke bentuk dan besar yang normal sebelum kebuntingan) selama 20 – 35 hari. Deteksi birahi mulai dilakukan ketikan anak berumur 1 bulan. Karena pada birahi pertama dikhawatirkan kondisi uterus belum optimal maka disarankan untuk perkawinan dilakukan setelah muncul birahi kedua atau 45 – 50 hari pasca melahirkan. Perkawinan ini terjadi kebuntingan dengan lama bunting 5 bulan maka interval (jarak) beranak bisa 7 – 8 bulan, dengan demikian dalam 2 tahun seekor induk dapat beranak 3 kali.
Ternak bunting dilakukan pemeriksaan dengan mengandalkan mata, apabila terlihat ambing ternak membesar maka diasumsikan sedang bunting. Sarwono (200) menyatakan bahwa sejak dikawinkan gejala birahi tidak muncul lagi, sikap tenang dan nafsu makan meningkat, perut sebelah kanan membesar dan ambing turun, suka menggesek-gesekkan badan ke dinding kandang. Kambing bunting sebaiknya dipelihara terpisah dengan yang lain dengan cara memberi sekat agar tidak terganggu kambing lain dan lantai kandang harus kuat agar kambing tidak terperosok atau terpeleset.

2.1.5     Tatalaksana Pemberian Pakan
Hijauan yang diberikan untuk pakan adalah semua jenis tumbuhan, baik legume, ramban, rumput dan sebagainya. Pemberian pakan secara adlibitum dan frekuensi pemberian 1 kali sehari. Sumadi (2010) menyatakan bahwa frekuensi pemberian pakan hijauan efisiensi penggunaan pakan meningkat mengikuti taraf konsumsi (efisiensi meningkat bila konsumsi meningkat), konsumsi pakan maksimal. Konsumsi pakan meningkat bila frekuensi pemberian pakan meningkat. Frekuensi pemberian hijauan yang ideal adalah 3 x dalam sehari.
Sumber air minum didapatkan dari air sumur. Sarwono (2002) menyatakan bahwa Adapun ketersediaan air minum untuk kambing harus ada setiap saat. Sebagian besar air didapat dari hijauan rumput atau daun-daunan, kambing tetap harus diberi minum. Air diperlukan untuk membantu proses pencernaan, mengeluarkan bahan-bahan yang tidak berguna dari dalam tubuh (keringat, air kencing dan kotoran), melumasi persendian dan membuat tubuh tidak kepanasan.

2.1.6     Tatalaksana Penanganan Kesehatan
Praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa tidak ada penanganan pada penyakit tertentu, tidak ada vaksin dan vaksinasi. Dick (1995) menyatakan bahwa vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut. Tujuan diberikan imunisasi adalah di harapkan ternak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. Tidak diadakannya vaksinasi secara teratur maka pemeliharaan kurang baik.



3. KESIMPULAN
3.1  kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut
1.    Kandang yang digunakan untuk ternak kambing yang baik adalah menggunakan kandang panggung
2.    Pemeliharaan hanya dikandangkan tanpa digembalakan adalah resiko dari kandang panggung
3.    Pakan utama bagi ternak kambing adalah hijauan
4.    Perkawinan untuk peternakan kambing tradisional adalah dengan kawin alami, perkawinan pertama induk setelah melahirkan adalah 1,5 – 2 bulan. Hal ini didasarkan waktu involusi uteri (kembalinya uterus ke bentuk dan besar yang normal sebelum kebuntingan) selama 20 – 35 hari.
5.    Hijauan yang diberikan untuk pakan adalah semua jenis tumbuhan, baik legume, ramban, rumput dan sebagainya. Pemberian pakan secara adlibitum dan frekuensi pemberian 1 kali sehari.
6.    Penanganan kesehatan di peternakan tradisional masih kurang diperhatikan.
3.2  Saran
         1.    Pada saat praktikum praktikan lebih dikondisikan agar lebih kondusif lagi oleh asisten.
         2.    Praktikum kunjungan lebih baik ke peternakan yang sudah modern supaya bisa belajar lebih mendalam tentang manajemen-manajemen pemeliharaan ternak yang baik.





DAFTAR PUSTAKA
Budiharto, Bambang dan Ernawati. 2007. Kandang Panggung Ternak Kambing/Domba. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah: Ungaran.

Devendra, C. Dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB, Bandung.

Dick, George. 1995. Imunisasi Dalam Praktek. Jakarta. Hipokrates.

Donkin, E.F. and P.A. Boyazoglu. 2004. Diseases and Mortality of Goat Kids in South Africa Milk Goat Herd. South Africa. J. Anim. Sci. 34 (suppl.) 258- 261.

Mathius, I.W. 1994. Potensi dan Pemanfaatan Pupuk Organik Asal Kotoran Kambing-Domba. Wartazoa. 3(2−4), Maret 1994. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Muljana, W, 2001. Cara Beternak Kambing. CV. Aneka Ilmu. Semarang.

Sarwono. 2002. Beternak Kambing Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya.

Sumadi. 2010. Model Pembibitan di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Bali di Denpasar. Disampaikan Pada Pelatihan Pembibitan di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Bali di Denpasar 23-24 Desember 2012. Dewan Riset Nasional Kementrian Riset dan Teknologi Kerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengapdian kepada Masyarakat Universitas Brawijaya Malang.

Tandi, Ismail. 2010. Analisis Ekonomi Pemeliharaan Ternak Sapi Bali dengan Sistem Penggembalaan di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa. Jurnal Agrisistem. Juni 2010, Vol. 6 No. 1ISSN 2089-0036.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar