DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
ABSTRAK..........................................................................................................................
I.
PENDAHULUAN............................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1.2 Tujuan Praktikum.................................................................................................
1.3 Materi Dan Cara Kerja.........................................................................................
II.
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
2.1 Hasil.......................................................................................................................
2.1.1 Identitas Peternak..........................................................................................
2.1.2 Data Sekunder................................................................................................
2.1.3 Identitas Ternak..............................................................................................
2.1.4 Manajemen Pengadaan Bibt
Kambing......................................................
2.1.5 Manajemen Pemberian
Pakan....................................................................
2.1.6 Manajemen Perkawinan...............................................................................
2.1.7 Manajemen Perkandangan..........................................................................
2.1.8 Manajemen Pemeliharaan...........................................................................
2.1.9 Manajemen Penanganan
Kesehatan........................................................
2.1.10 Manajemen Pemasaran
Kambing Dan Pupuk Kandang.......................
2.2 Pembahasan.......................................................................................................
2.2.1 Manajemen Pemilihan Bibit.........................................................................
2.2.2 Manajemen Pemberian
Pakan....................................................................
2.2.3 Manajemen Perkawinan...............................................................................
2.2.4 Manajemen Perkandangan..........................................................................
2.2.5 Manajemen Pemeliharaan...........................................................................
2.2.6 Manajemen Penanganan
Kesehatan........................................................
KESIMPULAN.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
ABSTRAK
Ternak
kambing merupakan salah satu usaha yang cukup menjanjikan, disamping
perawatannya yang cukup mudah, serta ketersediaan pakan yang bisa didapatkan
dari dedaunan maupun rerumputan yang banyak terdapat di lingkungan sekitar, kambing
juga mudah untuk dibudidayakan baik untuk konsumsi ataupun dari segi
penjualannya.Salah satu faktor penunjang keberhasilan usaha peternakan kambing
adalah dengan manajemen perkandangan yang meliputi tipe kandang, bentuk
kandang, jenis kandang dan ukuran kandang yang sangat menunjang untuk
menghasilkan produksi yang maksimal.
Hal yang terpenting sebelum memulai
beternak kambing jawarandu
adalah membuat kandang. Kandang yang baik berfungsi memudahkan peternak dalam
pemeliharaan ternak, pemberian pakan dan mengontrol kesehatan ternak. Perkandangan yang tidak memenuhi
kaidah dan fungsi yang sesungguhnya, cenderung akan merugikan baik terhadap
ternak kambing itu sendiri, peternak dan lingkungan sekitar.
Banyak
peternak yang belum memiliki pemahaman serta pengetahuan yang tepat tentang
manajemen perkandangan yang baik. Hal ini tentu menjadi salah satu penghambat
dalam beternak kambing karena tidak dapat mengoptimalkan hasil dari beternak
kambing itu sendiri. Oleh sebab itu, pengetahuan yang komprehensif tentang
perkandangan perlu diketahui oleh peternak sebagai upaya bagi peningkatan
produktivitas ternak kambing yang dipelihara sekaligus mengurangi dampak
negatif pecemaran lingkungan. Prinsipnya adalah kandang harus dapat membuat
kambing merasa nyaman dan aman. Kondisi ini tentunya akan menjadikan kambing
mampu berproduksi secara optimal. Kambing Jawa
Randu merupakan ternak kambing yang banyak dipelihara oleh peternak.
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ternak kambing memiliki
potensi sebagai komponen usaha tani yang penting diberbagai agro-ekosistem,
karena memiliki kapasitas adaptasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan
beberapa etnis ternak ruminansia lain, seperti sapi dan domba. Karakter yang
mampu bertahan pada kondisi marjinal, ternak ini sering menjadi pilihan utama
diberbagai komunitas petani, sehingga berkembang sentra-sentra produksi kambing
yang menyebar diberbagai agriekosistem. Pengelolaan ternak kambing dalam
usaha tani sebagian besar masih dilakukan secara sambilan, walaupun secara
finansial komoditas ini memiliki peran yang penting dalam perekonomian rumah
tangga petani.
Kontribusi penting yang diperankan oleh
ternak kambing tersebut diatas merupakan suatu potensi untuk mendorong semakin
meningkatnya skala usaha pemeliharaan kambing sesuai dengan kapasitas daya
dukung yang tersedia. Peningkatan skala usaha dan orientasi usaha kearah usaha
yang komersial-intensif akan meningkatkan efisiensi produksi dan dapat memberi
kontribusi pendapatan yang lebih nyata karena pasar yang tersedia, baik domestik
maupun ekspor. Pola usaha diharapkan akan berubah kearah yang lebih intensif
yang semakin membutuhkan inovasi teknologi untuk mencapai efisiensi produksi
yang tinggi.
Tipologi usaha produksi
kambing pada umumnya merupakan usaha penghasil daging, walaupun dalam jumlah
yang sedikit merupakan tipe penghasil susu. Kelompok induk kambing merupakan
unit produksi yang sangat strategis, karena berperan sebagai sumber utama
pendapatan dari hasil penjualan anak yang dihasilkan. Salah satu fase yang
sangatstrategis
dalam siklus produksi seekor induk kambing yang secara langsung terkait dengan
aspek keuntungan usaha adalah fase induk bunting dan fase laktasi/menyusui.
Fase ini merupakan periode saat mana puncak produksi seekor induk berlangsung.
Secara biologis maupun finansial kedua fase tersebut sangat kritis, karena
menentukan banyaknya anak serta bobot daging yang akan dihasilkan dalam satu
siklus produksi.
1. 2. Tujuan
Memperoleh informasi tentang manajemen pemeliharaan dan
perkandangan sapi potong.
1. 3. Materi dan Cara
Kerja
1.3.1
Materi
Peternakan
a.
Sapi potong Jawa Lokal
b.
Metline
c.
Pakan
d.
Timbangan pakan
2. 3. 2
Cara Kerja
a.
Pencarian data
dilakukan dengan dua cara yaitu wawancaradan pengukuran
b.
Penimbangan jumlah
pakan yang diberikan
c.
Pengukuran
dilakukan berkaitan dengan ukuran kandang
d.
Pengukuran tempat
makan dan minum
e.
Hasil pengukuran
dan wawancara dicatat.
2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1
Hasil
2.1.1 Identitas Peternak (Reponden)
a.
Nama : Ibu Kirtem, Bapak Kirtam. Umur : Ibu 50th, Bapak 60th
b.
Pendidikan :
SD
c.
Pekerjaan Utama :
Petani
d.
Jumlah anggota keluarga :
5 orang
e.
Alamat rumah :
Desa Tamansari
f.
Sumber pengetahuan beternak : Budaya
g.
Pengalaman beternak :
4.5 th 5 kali beranak
h.
Tujuan beternak domba/ kambing : invest
i.
Nama kelompok tani ternak domba/ kambing : Pribadi
j.
Hambatan dalam beternak dombing : musim kemarau
k.
Asal modal usaha :
sendiri
l.
Jumlah modal awal :
900.000
m.
Anggota keluarga yang terlibat : 2 orang
n.
Pencurahan jam kerja (PJK) peternak dalam pemeliharaan
ternak dombing :
Dekripsi
|
Jumlah (ekor)
|
PJK (jam/hr)
|
Jumlah tenaga kerja
(orang)
|
Menggembalakan
|
|
|
|
Mencari hijauan
|
5
|
1
|
1
|
Memberikan hijauan
|
2
|
1
|
2
|
Memberikan konsentrat
|
|
|
|
Memandikan
|
|
|
|
Membersihkan kandang
|
3
|
3
hari sekali
|
2
|
Mengobati
|
|
|
|
Mengawinkan
|
|
|
|
Mengobati
|
|
|
|
Menjaga keamanan
|
5
|
|
|
2.1.2
Identitas Ternak
a.
Bangsa kambing yang dipelihara, Tipe : Jawa Randu
b.
Populasi ternak yang dimiliki :
Klasifikasi ternak
|
Kambing
|
|
ekor
|
STK
|
|
Campe jantan
|
1
|
0.25
|
Cempe betina
|
1
|
0.25
|
Muda jantan
|
|
|
Muda betina
|
|
|
Dewasa jantan
|
2
|
2
|
Dewasa betina
|
1
|
1
|
Jumlah
|
5
|
3.5
|
Keterangan : 1) umur <6bulan, 2) umur 6-12bln, 3) umur
12bln, 4)dewasa = 1 STK, muda = 0,5 STK, cempe = 0,25 STK
2.1.3
Tatalaksana Pemilihan Bibit
2.1.3.1 Pembibitan
a.
Cara pengadaan bibit / calon bibit : Pasar
b.
Harga bibit Betina :
Rp. 1.5000.000,00
c.
Asal bibit :
Pasar
d.
Cara memilih bibit betina : gemuk, sehat, yang bagus
2.1.3.2 Penggemukan
a. Cara pengadaan bibit / calon bibit yang akan digemukan
b. Cara memilih cempe jantan sapihan untuk digemukan
c. Umur cempe mulai digemukan
d. Lama penggemukan
e. Pemeliharaan ternak yang digemukkan dipisahkan dengan
ternak lain atau tidak
f.
Jelaskan cara penggemukan yang dilakukan oleh peternak
|
: beli dari pasar
: yang sehat
: 0 bulan
: 24 bulan
: jadi satu
: Pakan saat sore
|
2.2.4 Tatalaksana
Perkandangan
a.
Jarak kandang
dengan rumah peternak
b.
Model kandang yang
dipakai
c.
Bahan – bahan
bangunan kandang
d.
Model atap kandang
e.
Bahan Atap
f.
Bentuk lantai
kandang
g.
Jika kandang
panggung, jarak lantai kandang dengan tanah
h.
Ukuran Kandang
i.
Luas kandang
j.
Arah kandang
k.
Ukuran luas tempat pakan
l.
Luas kandang per SKT
m.
Kepadatan kandang
n.
Sistem penggunaan kandang
alasan
pemisahan jantan dan betina
tempat penyimpanan pakan
tempat penampung kotoran
biaya pembuatan kandang
Peralatan pendukung pemeliharaan dombing
|
: 5 meter
: panggung
: bambu, seng, terpal
: gable roof
: seng terpal
: bambu
: 0.95 m
: panjang 390 cm, lebar
295 cm, tinggi 150 cm
: 11.5050 m2
: timur
: 25,350 cm2
: 3.287 m2
: 0. 304 STK/m2
: kelompok
: sudah adat
: tidak
: tersedia diluar
: tidak ada
: Rp. 100.000,00
: ember ( tempat minum )
|
2.2.5
Tata Laksana Pemeliharaan
a. Cara Perawatan induk yang bunting Peerawatan saat
beranak
b. Cara perawatan cempe yang baru lahir
|
: pakan adlibitum
: ternak didalam rumah
: diberi komper dan minyak kayu putih
|
1.2.6 Tata Laksana
Perkawinan
a. Cara perkawinan
b. Umur Pejantan Pemacek
c. Umur pertama kali kawin, betina
d. Lama bunting
e. Kapan perkawinan berikutnya
f.
Lambing / kidding
g. Tanda
kambing atau domba betina birahi menurut peternak
h. Cara
pemeriksaan kebuntingan
i.
kapan dilakukan
j.
Tanda kambing atau domba betina akan
melahirkan
k. Cara
peternak membantu persalinan
l.
Litter size rata – rata
|
: Alami
: 5 bulan. Milik tetangga
: 8 bulan, jantan : 12 bulan
: 5 bulan.
: belum tentu
: tidak tentu
: tidak mau makan, berisik
: ambing bengkak
: saat bengkak
: tidak mau makan, perut besar
: biasa
: 2 ekor
|
2.2.7 Tatalaksna Pemberian Pakan
a. Jenis
Hijauan
b. Jumlah
hijauan yang diberikan
c. Frekuensi
pemberian hijauan
d. Asal
hijauan
e. Cara
pemberian hijauan
f. Sumber
air minum
|
: rumput, ramban, legume, dll
: adlibitum
: 1 kali sehari
: sawah
: saat sore
: 1 ember
|
2.1.8 Produk dan Pemasaran
a. Penjualan
Ternak
b. Kapan
ternak dijual
c. Alasan
ternak yang dijual
d. Dasar
penentuan harga
e. Cara
menjual ternak
f. Bagaimana
penjualan pupuk
g. Harga
pupuk
h. Pengolahan
limbah ternak
i. Penjualan
pupuk kandang
|
: Dewasa
: tergantung bakul dan penjual
: ekonomi
: gemuk tidaknya
: bakul ke peternak
: bakul ke peternak
: Rp. 10.000,00
: tidak dilakukan
: dilakukan
|
2.1
Pembahasan
2.1.1 Tatalaksana
Pemilihan Bibit
Bibit merupakan hal penting yang harus
diperhatikan oleh para peternak, khususnya kambing. Hasil praktikum yang telah
dilaksanakan adalah harga untuk bibit betina adalah Rp. 1.500.000 yang dibeli
di pasar tradisional. Pemilihan bibit hanya didasarkan pada penampilan luar.
Sumadi (2010) menyatakan bahwa persyaratan umum pemilihan bibit yaitu bibit
kambing/domba yang dipilih berasal dari daerah yang bebas penyakit hewan
menular dan harus melalui pemeriksaan dan pengamatan terhadap penyakit menular
sesuai ketentuan (antara lain bebas Brucellosis),
bibit kambing/domba harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat
mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta
tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya, bibit
kambing/domba harus bebas dari cacat alat reproduksi.
Umur cempe untuk mulai digemukkan adalah saat
0 bulan selama 24 bulan. Pemeliharaan tidak dilakukan pemisahan dengan ternak
yang lainnya, dengan pemberian pakan pada sore hari. Mathius (1994) menyatakan
bahwa dalam beternak kambing ada beberapa asumsi yang dipakai dalam analisa
usaha penggemukkan kambing potong yaitu kambing bakalan yang dipakai: 100 ekor,
dengan umur kurang lebih: 6 bulan dan bobot badan: 16 kg/ekor, lama
penggemukkan: 100 hari atau kurang lebih 3 bulan/satu periode. Pertambahan
bobot badan harian: 100 g/hari: 0,1 kg/hari. Bobot badan kambing yang dijual
sekitar 26 kg/ekor, dengan pemberian pakan konsentrat 200 g/hari/ekor dengan
harga Rp 2000/kg dan hijauan 10% bobot badan dengan harga Rp 300/kg.
2.1.2 Tatalaksana
Perkandangan
Hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan
didapatkan hasil bahwa jarak kandang dengan rumah peternak adalah 5 meter
dengan model kandang adalah panggung. Bahan bangunan terbuat dari bambu, seng,
terpal. Atap kandang mempunyai model gable
roof. Budiharto (2007) menyatakan bahwa kandang panggung mempunyai
kelebihannya kotoran dan air kencing ternak jatuh ke tempat penampungan yang
berada di kolong kandang, sehingga kebersihan kandang terjamin. Lantai kandang
tidak becek sehingga kelembaban yang tinggi di dalam kandang dapat dihindari.
Lantai kandang lebih kering sehingga kuman-kuman penyakit, cendawan, dan parasit
dapat ditekan pertumbuhannya. Ternak dapat terhindar dari gangguan binatang
buas. Aman terhadap kemungkinan banjir mendadak.
Jarak antara lantai kandang dengan tanah
adalah 0,95 m. Jantan dan betina tidak dipisah serta tempat penyimpanan pakan
ada di luar kandang. Sistem pemeliharaan secara intensif memerlukan
pengandangan terus menerus atau tanpa penggembalaan, sistem ini dapat
mengontrol dari faktor lingkungan yang tidak baik dan mengontrol aspek-aspek
kebiasaan kambing yang merusak. Williamson (1993) menyatakan bahwa dalam sistem
pemeliharaan ini perlu dilakukan pemisahan antara jantan dan betina, sehubungan
dengan ini perlu memisahkan kambing betina muda dari umur tiga bulan sampai
cukup umur untuk dikembangbiakkan, sedangkan untuk pejantan dan jantan harus dikandangkan
atau ditambatkan terpisah (Devendra, 1994). Hal ini menjadikan pemeliharaan
yang telah dilakukan kurang sesuai dengan semestinya.
2.1.3 Tatalaksana
Pemeliharaan
Ternak
tidak pernah digembalakan, tidak dicukur, tidak potong kuku dan tidak
dimandikan. Hal ini dikarenakan peternak focus pada penggemukan. Tandi (2010)
menyatakan bahwa padang penggembalaan dapat terdiri atas rumput-rumputan, kacang-kacangan
atau campuran keduanya, dimana fungsi kacang-kacangan dalam padang
penggembalaan adalah memberikan nilai makanan yang lebih baik terutama berupa
protein, phosphor dan kalium. Fungsi
padang penggembalaan adalah untuk menyediakan hijauan pakan bagi ternak
ruminansia yang paling murah, karena hanya membutuhkan tenaga kerja sedikit
serta ternak dapat memilih dan merenggut sendiri makanannya. Rumput dan legum
yang ada di dalam padang penggembalaan dapat memperbaiki kesuburan tanah.
Hal ini disebabkan, rumput dan legum yang dimakan oleh ternak dikembalikan ke
padang penggembalaan sebagai kotoran yang menyuburkan dan menstabilkan
produktivitasnya dari tanah itu sendiri.
Pakan
untuk induk bunting diberikan secara ad libitum,
saat sudah mendekati kelahiran maka ternak dibawa ke rumah peternak. Cempe yang
baru lahir langsung diberi kamper (kapur barus) dan minyak kayu putih. Menurut
Muljana (2001), penyakit belatung disebabkan oleh luka yang berdarah dan
infeksi kemudian dihinggap lalat sehingga tumbuh larva belatung. Pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan Gusanex
dan obat anti biotik lainnya, atau bisa dilakukan dengan cara membersihkan luka
kemudian obati dengan gerusan kamper/kapur barus kemudian luka ditutup dengan
perban dan diulangi pada hari selanjutnya.
2.1.4 Tatalaksana
Perkawinan
Perkawinan
dilakukan secara alami, umur pejantan pemacek adalah 5 bulan yang diperoleh
dari tetangga. Betina kawin pertamakali pada umur 8 bulan, dan jantan pada umur
12 bulan. Kambing terjadi secara tidak menentu, dengan lama bunting sekitar 5
bulan. Donkin (2004) menyatakan bahwa perkawinan
pertama induk setelah melahirkan adalah 1,5 – 2 bulan. Hal ini didasarkan waktu
involusi uteri (kembalinya uterus ke
bentuk dan besar yang normal sebelum kebuntingan) selama 20 – 35 hari. Deteksi
birahi mulai dilakukan ketikan anak berumur 1 bulan. Karena pada birahi pertama
dikhawatirkan kondisi uterus belum optimal maka disarankan untuk perkawinan
dilakukan setelah muncul birahi kedua atau 45 – 50 hari pasca melahirkan. Perkawinan
ini terjadi kebuntingan dengan lama bunting 5 bulan maka interval (jarak) beranak
bisa 7 – 8 bulan, dengan demikian dalam 2 tahun seekor induk dapat beranak 3
kali.
Ternak
bunting dilakukan pemeriksaan dengan mengandalkan mata, apabila terlihat ambing
ternak membesar maka diasumsikan sedang bunting. Sarwono (200) menyatakan bahwa
sejak dikawinkan gejala birahi tidak muncul lagi, sikap tenang dan nafsu makan
meningkat, perut sebelah kanan membesar dan ambing turun, suka
menggesek-gesekkan badan ke dinding kandang. Kambing bunting sebaiknya
dipelihara terpisah dengan yang lain dengan cara memberi sekat agar tidak
terganggu kambing lain dan lantai kandang harus kuat agar kambing tidak
terperosok atau terpeleset.
2.1.5 Tatalaksana
Pemberian Pakan
Hijauan
yang diberikan untuk pakan adalah semua jenis tumbuhan, baik legume, ramban,
rumput dan sebagainya. Pemberian pakan secara adlibitum dan frekuensi pemberian
1 kali sehari. Sumadi (2010) menyatakan
bahwa frekuensi pemberian
pakan hijauan efisiensi penggunaan pakan meningkat
mengikuti taraf konsumsi (efisiensi meningkat bila konsumsi meningkat),
konsumsi pakan maksimal. Konsumsi pakan meningkat bila frekuensi pemberian
pakan meningkat. Frekuensi pemberian hijauan yang ideal adalah 3 x dalam
sehari.
Sumber
air minum didapatkan dari air sumur. Sarwono (2002) menyatakan bahwa Adapun
ketersediaan air minum untuk kambing harus ada setiap saat. Sebagian besar air
didapat dari hijauan rumput atau daun-daunan, kambing tetap harus diberi minum.
Air diperlukan untuk membantu proses pencernaan, mengeluarkan bahan-bahan yang
tidak berguna dari dalam tubuh (keringat, air kencing dan kotoran), melumasi
persendian dan membuat tubuh tidak kepanasan.
2.1.6 Tatalaksana
Penanganan Kesehatan
Praktikum
yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa tidak ada penanganan pada
penyakit tertentu, tidak ada vaksin dan vaksinasi. Dick (1995) menyatakan bahwa
vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan
melalui mulut. Tujuan diberikan imunisasi adalah di harapkan ternak menjadi
kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. Tidak
diadakannya vaksinasi secara teratur maka pemeliharaan kurang baik.
3. KESIMPULAN
3.1 kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil adalah sebagai berikut
1.
Kandang yang
digunakan untuk ternak kambing yang baik adalah menggunakan kandang panggung
2.
Pemeliharaan
hanya dikandangkan tanpa digembalakan adalah resiko dari kandang panggung
3.
Pakan utama
bagi ternak kambing adalah hijauan
4.
Perkawinan
untuk peternakan kambing tradisional adalah dengan kawin alami, perkawinan pertama induk setelah melahirkan adalah
1,5 – 2 bulan. Hal ini didasarkan waktu involusi
uteri (kembalinya uterus ke bentuk dan besar yang normal sebelum
kebuntingan) selama 20 – 35 hari.
5.
Hijauan yang
diberikan untuk pakan adalah semua jenis tumbuhan, baik legume, ramban, rumput
dan sebagainya. Pemberian pakan secara adlibitum dan frekuensi pemberian 1 kali
sehari.
6.
Penanganan
kesehatan di peternakan tradisional masih kurang diperhatikan.
3.2 Saran
1. Pada saat praktikum praktikan lebih
dikondisikan agar lebih kondusif lagi oleh asisten.
2. Praktikum kunjungan lebih baik ke peternakan
yang sudah modern supaya bisa belajar lebih mendalam tentang
manajemen-manajemen pemeliharaan ternak yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Budiharto, Bambang dan Ernawati. 2007. Kandang
Panggung Ternak Kambing/Domba. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa
Tengah: Ungaran.
Devendra, C. Dan M.
Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah
Tropis. Penerbit ITB, Bandung.
Dick, George. 1995. Imunisasi Dalam Praktek. Jakarta. Hipokrates.
Donkin, E.F. and P.A. Boyazoglu. 2004.
Diseases and Mortality of Goat Kids in South Africa Milk Goat Herd. South
Africa. J. Anim. Sci. 34 (suppl.)
258- 261.
Mathius, I.W. 1994. Potensi dan Pemanfaatan
Pupuk Organik Asal Kotoran Kambing-Domba. Wartazoa.
3(2−4), Maret 1994. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Muljana, W, 2001. Cara Beternak Kambing. CV. Aneka Ilmu. Semarang.
Sarwono. 2002. Beternak Kambing Unggul.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Sumadi. 2010. Model Pembibitan di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Bali di
Denpasar. Disampaikan Pada Pelatihan Pembibitan di Balai Pembibitan Ternak
Unggul (BPTU) Sapi Bali di Denpasar 23-24 Desember 2012. Dewan Riset Nasional
Kementrian Riset dan Teknologi Kerjasama dengan Lembaga Penelitian dan
Pengapdian kepada Masyarakat Universitas Brawijaya Malang.
Tandi,
Ismail. 2010. Analisis Ekonomi Pemeliharaan Ternak Sapi Bali dengan
Sistem Penggembalaan di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa Sulawesi
Selatan. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa. Jurnal Agrisistem. Juni 2010, Vol. 6 No. 1ISSN 2089-0036.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar